Senin, 31 Desember 2007

KESETIAAN-KESETIAAN NAN AGUNG

Sejarah selalu mencatat cerita-cerita tentang sebuah kesetiaan. Sesuatu yang kelihatan mulai luntur dari diri kita, baik itu sebagai pribadi maupun hubungan manusia secara lebih luas. Zaman memang selalu berubah dan kita pun demikian. Kesetiaan yang dulu sangatlah diagungkan lambat laun mulai tergerus. Komitmen bersama yang melandasi sebuah kesetiaan mulai terbeli oleh harta, kedudukan dan cita rasa duniawi semata. Kesetiaan kita kepada tuhan tergadai oleh rutinitas semu yang membelenggu dari waktu ke waktu, hingga tak ada ruang lagi untuk-Nya. Kesetiaan kita pada tanah kelahiran tergadai oleh materi yang memabukan hingga rela berkhianat pada negeri yang telah memberi hidup. Kesetiaan pada negara dan bangsa juga telah tergantikan oleh kepentingan perorangan atau kelompok yang mengatasnamakan kepentingan umum, politik atau ekonomi. Lihatlah sebagian kekayaan alam negeri ini yang telah dikuasai oleh modal-modal asing dan hanya segelintir konglomerat pribumi yang menikmatinya.

Dalam relasi yang lebih kecil, kesetiaan kita pada teman atau mungkin pasangan hidup terlihat mulai meluntur juga. Banyak yang lupa akan asal-usulnya. Seperti orang bilang, kacang lupa akan kulitnya. Mereka yang telah berada diatas seakan tak mau menengok lagi ke bawah. Mereka lupa akan saudara-saudaranya yang masih berkutat dalam lubang kemiskinan. Padahal, dari situlah mereka juga bermula.

Sementara itu lunturnya kesetiaan antar pasangan hidup, dapat dilihat dari tingginya angka perceraian, banyaknya kasus perselingkuhan dan berantakannya banyak biduk rumah tangga yang berawal dari rasa saling curiga, saling tidak percaya yang akhirnya memuncak menjadi sebuah kehancuran. Memang, hidup di era terbuka seperti ini lebih banyak godaannya. Segala hal dan kemudahan dapat kita peroleh. Seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain dengan bebas dan leluasa. Ruang yang makin menyempit ini juga memberikan kelonggaran bagi seseorang untuk berbuat melampaui komitmen yang telah mereka buat. Perbincangan sesaat bisa meruntuhkan bangunan kepercayaan yang begitu kokoh. Bermula dari saling sapa, saling kenal, saling jalan dan akhirnya berakhir di ranjang. Alangkah mudahnya mereka melepas dan melupakan komitmen, padahal secara langsung  itu berhubungan dengan dua hati. Apabila ada satu yang tersakiti, sangatlah sulit membuatnya sembuh kembali.

Melihat hal-hal diatas, saya jadi teringat kisah-kisah tentang kesetiaan nan agung sepanjang zaman, baik itu berupa dongengan, kisah nyata, atau sisi sejarah lainnya. Kesetiaan kepada tuhan, kesetiaan kepada janji, kesetiaan kepada pasangan, kesetiaan kepada kawan, kesetiaan kepada tanah air dan kesetiaan-kesetiaan lainnya. Mereka memegang teguh komitmennya dengan sempurna sampai maut memisahkan dari raga.

Cerita klasik Ramayana salah satunya. Sebuah epos yang memberi pelajaran kepada kita tentang betapa agungnya kesetiaan dalam berbagai bentuk. Kesetiaan seorang perempuan kepada suaminya diperlihatkan dengan indah oleh Dewi Sinta. Ia selalu menjaga kesuciaannya dari Rahwana, raksasa yang menculiknya dan menginginkannya menjadi istri. Berbagai daya upaya dilakukan Rahwana, tetapi Dewi Sinta tetap memegang teguh komitmennya. Ia tetap setia pada Sri Rama, suaminya. Setelah terbebaspun, ia harus mendapat cobaan lagi. Sri Rama ternyata meragukan kesuciaannya. Akhirnya, dengan tulus ikhlas ia rela membakar diri (pati obong)  untuk membuktikan kesetiaannya pada Sri Rama.

Kesetiaan pada nusa dan bangsa diperlihatkan dengan gagah oleh Kumbakarna, adik Rahwana. Walau ia berbeda pendapat dengan kakaknya dalam berbagai hal sampai ia diasingkan dari istana tetapi sewaktu negerinya membutuhkan tenaganya ia siap sedia membela. Memang, apa yang dilakukan kakaknya adalah salah. Tetapi ia tidak dapat membiarkan negeri yang telah memberinya hidup hancur oleh pasukan kera Sri Rama. Ia membela tanah kelahirannya, bukan membela tindakan Rahwana. Dengan gagah berani ia seorang diri maju ke medan laga. Banyak tentara musuh kocar-kacir sampai akhirnya ia gugur juga. Gugur dengan nama harum membela bumi pertiwi yang amat dicintainya.

Masih banyak sebenarnya sejarah masa lalu yang mengandung nilai-nilai agung kesetiaan. Akan tetapi terbatasnya waktu membuat saya hanya menukilkan salah satunya tadi. Sebagai tambahan saya tampilkan pula  kisah nyata tentang sebuah kesetiaan di zaman modern. Kesetiaan yang mengandung kearifan lokal. Kesetiaan seorang Raden Ngabehi Surakso Hargo atau lebih terkenal dengan nama Mbah Maridjan kepada tuhannya, kepada rajanya, kepada lingkungannya dan kepada Gunung Merapi yang menjadi tanggungjawabnya. Ia selalu menjaga komitmennya untuk setia menjaga Gunung Merapi, apapun yang akan terjadi. Ia tidak akan turun gunung walau Merapi meletus. Ia mengemban amanah Sri Sultan HB IX, Raja Yogyakarta terdahulu. Sewaktu Merapi memperlihatkan tanda- tanda akan meletus, banyak pihak termasuk penguasa, memintanya turun. Ia teguh dengan pendiriannya. Akhirnya Merapi memang meletus tidak terlalu besar. Mbah Maridjan menyerahkan hidup dan kesetiaanya kepada tuhan dan alam Merapi yang begitu dikenalnya. Karena keteguhan hatinya, Mbah Maridjan sangat dihormati dan menjadi anutan banyak orang. Berbagai tawaran menggiurkan datang dari berbagai tokoh politik atau organisasi tertentu untuk ikut di dalamnya selalu ditolak dengan ramah. Bahkan, honor dari iklan jamu kondang yang dibintanginya diberikan untuk masyarakat dan alam Merapi. Sekali lagi, Mbah Maridjan menunjukkan kesetiaannya.

Demikianlah, beberapa cerita nan agung tentang sebuah kesetiaan. Apabila kita memiliki jiwa-jiwa Dewi Sinta, Kumbakarna ataupun Mbah Maridjan niscaya tatanan kehidupan akan terjaga baik. Mereka memperlihatkan jiwa dan karakter luhur dalam kesederhanaannya. Sesuatu yang jarang kita temui di masa kini.

Pesan saya secara pribadi, berpegang teguhlah pada komitmen yang Anda buat dalam berbagi hal. Janganlah mudah goyah oleh hantaman apapun. Janganlah begitu mudah melepas komitmen sampai mungkin orang lain yang terlebih dahulu melanggar komitmen yang Anda buat bersama. Semoga kita selalu menemukan solusi masalah-masalah yang kita hadapi.

Tulisan ini saya posting kembali dari blog friendster saya , www.imam77.blogs.friendster.com/my_blog/
spesial untuk my lovely sist untuk segala kesetiaannya....

Sabtu, 29 Desember 2007

JEJAK-JEJAK PENSIL

Sebentar lagi tahun 2007 akan meninggalkan kita. Segera akan kita sambut fajar baru tahun 2008. Sebenarnya itu adalah hal biasa dan merupakan hukum alam, dimana waktu akan terus merambat sepanjang zaman. Tetapi yang perlu kita renungkan adalah betapa sang waktu merambat begitu cepat. Serasa baru kemarin kita menjadi anak kecil yang bermain lepas kesana-kemari tanpa beban kini telah menjadi orang dewasa dengan segala problemanya yang bertubi-tubi. Serasa baru kemarin kita bertegur sapa dengan orang-orang yang kita kasihi sekarang mereka telah pergi meninggalkan kita satu persatu. Serasa baru kemarin kita mereguk nikmat kebahagiaan kini kesedihan-kesedihan melanda tak terkira. Memang, segala sesuatu berjalan tanpa bisa kita duga dan sadari. Hanya perenungan-perenungan yang menyadarkan kita tentang hakikat hidup dan kehidupan yang kita jalani.

Hidup ini penuh tamsil, bila mau memahaminya. Alam adalah guru yang baik bagi kita. Mengajarkan nilai-nilai melalui tamsil-tamsilnya yang tersebar di jagad mayapada ini. Lewat sebuah pensil, Pablo Coelho dalam bukunya The Story of The Pencil secara gamblang menamsilkan betapa pensil tidak hanya bisa dijadikan rujukan dalam membentuk kepribadian, tetapi juga menyadarkan bagaimana kita memandang segala hal di luar diri kita. Seperti yang diterjemahkan oleh Sitok Srengenge dalam kolomnya di sebuah harian berikut ini.

****
Seorang bocah menyaksikan neneknya sedang menulis sepucuk surat. Seketika si bocah bertanya, ”Nenek menulis tentang apa yang telah kita kerjakan? Apakah itu cerita tentang aku?”

Sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya : ”Nenek memang menulis tentang kamu, tapi yang lebih penting daripada cerita ini adalah pensil yang Nenek gunakan. Nenek harap, ketika dewasa nanti, kamu akan seperti pensil ini.”

Si bocah memandang pensil itu. Tak ada yang istimewa. “Tapi nek, ini tak beda dari pensil-pensil lain yang pernah kulihat.”

“Itu tergantung bagaimana kamu memandang sesuatu,” sahut sang nenek.

Pensil ini, lanjutnya, punya lima keistimewaan yang bila kamu kelola secara baik, akan menjadikanmu seseorang yang senantiasa berdamai dengan dunia.

Pertama, kamu berbakat menghasilkan sesuatu yang hebat, tapi jangan pernah lupa ada tangan yang membimbing langkahmu. Kita sebut itu tangan tuhan dan Dia senantisa membimbing kita sesuai kehendak-Nya.

Kedua, sekarang dan nanti, Nenek harus berhenti menulis dan menggunakan sebuah rautan. Itu akan membuat pensil ini sedikit menderita, tapi setelah itu ia akan lebih tajam. Kamu juga begitu, harus belajar menahan sakit dan derita, sebab semua itu akan membuatmu menjadi pribadi yang lebih baik.

Ketiga, pensil ini selalu mengingatkan kita agar menggunakan penyetip untuk menghapus kesalahan. Artinya, mengoreksi segala yang telah kita lakukan bukanlah hal yang buruk, dan akan membantu menjaga kita tetap pada jalan menuju keadilan.

Keempat, apakah sesungguhnya yang berarti pada sebatang pensil bukanlah kayu bagian luar, melainkan grafit yang berada di bagian dalam. Maka selalu perhatikan apa yang terjadi di dalam dirimu.

Terakhir, yang kelima, pensil selalu meninggalkan jejak. Dengan cara yang sama, kamu musti tahu bahwa apapun yang kamu lakukan dalam hidup akan meninggalkan jejak, maka sadarilah setiap tindakanmu.

***

Demikianlah, sang alchemist Pablo Coelho mengungkapkan tamsil kehidupan sebuah pensil melalui percakapan seorang nenek dan cucunya. Di dalamnya terkandung pesan agar kita selalu arif dan bijak menyikapi segala sesuatu dalam hidup ini. Hidup adalah sebuah anugerah, dimana segala warna-warninya ada disitu silih berganti. Nikmatilah semua itu dengan tetap selalu yakin bahwa tuhan bersama kita.

Tahun 2007 akan segera kita tutup. Jejak-jejak kita yang tertinggal di tahun tersebut akan menjadi kenangan indah di tahun berikutnya sebagai pelajaran untuk melangkah ke depan dengan lebih baik. Semoga tahun 2008 memberikan pencerahan dan kehidupan yang lebih baik bagi kita semua.

SELAMAT TAHUN BARU 2008 UNTUK KAWAN-KAWAN SEMUA.

Wates city of Pepunden, 29 Desember 2007

Rabu, 26 Desember 2007

MY BUTUT SHOES




Aku sebenarnya enggan menulis ini,tapi karena ide di kepala yang benar-benar bagus tak jua muncul, jadilah kutulis ini. Beberapa hari terakhir ini banyak kawan-kawan yang menyindir kebiasaanku selalu memakai sepatu butut bila ke tempat kerja. Sebenarnya maksud mereka baik, menyarankan agar aku tampil lebih rapi dan klimis, salah satunya ya mengganti sepatu butut andalanku ini dengan yang baru. Tetapi seperti biasa aku tetap tak bergeming, tetap setia dengan sepatu bututku. Jangan lihat sepatu ini dari nilai nominal atau fisiknya, tapi lihatlah sepatu ini dari nilai sejarahnya. Begitu timpalku membalas sindiran mereka.

Memang, sepatu yang satu ini sangat berarti sekali buatku. Mempunyai riwayat dan sejarah panjang dalam perjalanan hidupku. Bukan karena percaya mitos atupun sejenisnya bila aku enggan membuang atau menggantinya, tapi itulah bentuk kesetianku terhadap sesuatu walaupun cuma sekedar barang biasa saja. Selain itu juga sebagai bentuk penghormatan padanya yang telah menemani langkah-langkahku hampir lebih dari sepuluh tahun sejak lulus SMA dulu. Dan aku ingin lebih memperpanjang sejarah perjuangan sepatu ini hingga suatu saat pensiun kemudian menghuni museum pribadiku sebagai memorabilia yang paling berharga...hehehe.

Sepatu butut ini memang dibeli dengan murah, cuma harga pasar. Itupun dulu masih ditawar lagi :D. Tetapi kualitas dan mutunya tak kalah dengan merk-merk mahal yang terpampang di mall-mall besar. Terbukti masih bisa bertahan lebih dari sepuluh tahun meski wajahnya compang-camping tak karuan. Memang berat bila memiliki tuan seperti diriku ini. Harus rela terseok-seok hampir sepanjang hari. Sepatu ini pernah merasakan turun naik gunung dan berjalan tanpa henti menyusuri jalan-jalan besar. Maklumlah, dulu sebelum bisa beli motor sendiri, aku lebih sering jalan kaki walau itu jaraknya jauhnya minta ampun. Naik bus mungkin hanya sekali dua kali saja bila memang jaraknya tak terjangkau atau diburu waktu. Mungkin Anda berpikir aku terlalu pelit, bahkan untuk diri sendiri. Bukan begitu sebenarnya. Memang dulu keadaan keuanganku lumayan memprihatinkan. Tapi sekarang sudah mendingan. Sudah bisa beli motor, jajan hampir setiap hari, beli ini itu dan yang penting bisa nyangggongi warnet tiap hari...hehe. Jadi ngelantur ni bos...

Kembali ke sepatu butut ini. Ada beberapa keuntungan yang sebenarnya kuperoleh dengan memakai sepatu ini. Pertama, aman tidak khawatir diambil orang bila sewaktu-waktu mampir ke masjid. Kedua, tidak memerlukan perawatan khusus , semisal disemir atau dicuci karena dirawat sebaik apapun wajahnya tetaplah butut. Ketiga, sepatu ini elastis, bila diinjak bagian belakangnya bisa membentuk sepatu sandal sehingga multi fungsi. Bisa sebagai sepatu bisa juga sebagai sandal. Keempat, bobotnya yang lumayan besar bisa digunakan sebagi senjata. Misalnya, untuk melempar anjing atau hewan lain yang mengganggu. Niscaya akan terkapar tak berdaya. Bukan karena terkena lemparan sepatu tapi tersengat bau terasinya yang naudzubillah.....hehe. Manfaat kelima dan seterusnya silahkan Anda imajinasikan sendiri...

Terus terang sebenarnya aku orang yang berpenampilan nyante. Lebih suka bersandal jepit ria dibanding memakai sepatu. Njagong manten pun sering pake sandal jepit. Tetapi karena terpaksa mengikuti aturan umum, seperti di tempat kerja atau pertemuan-pertemuan formal lainnya aku memakai sepatu. Sepatu butut ini juga mewakili kenyantaianku dengan bentuknya yang fleksibel tadi. So, guys...thanks atas saran-sarannya, tetapi aku teramat setia dengan sepatu ini. My butut shoes, the ‘living’ legend...

Kamis, 13 Desember 2007

SARKEM




Pasar Kembang atau orang sering menyebutnya Sarkem, terletak di Kampung Sosrowijayan. Orang Jogja pasti mengenal kawasan ini. Sebuah kawasan malam yang sangat melegenda, mungkin hingga mancanegara. Letaknya pun sangat strategis yakni di jantung kota Jogjakarta tepatnya di ujung utara Jalan kondang Malioboro bersebelahan dengan Stasiun Tugu. Bila Surabaya punya Gang Dolly, Semarang punya Kawasan Sunan Kuning, Bandung punya Saritem, maka Jogjakarta punya Sarkem yang setara dengan kawasan-kawasan malam itu. (Bila saya sangat hafal tempat-tempat itu bukan berarti saya sering kesana lho, tapi mungkin karena pengetahuan saya terlalu luas...whakaka???)

Bagi lelaki-lelaki hidung belang pemuja malam tentulah Sarkem menjanjikan kenikmatan tersendiri. Disana mereka dapat menjaring kupu-kupu malam mulai dari kelas ciblek (cilik-cilik betah melek) hingga kelas wanita paruh baya, dari kelas gopek hingga yang ratusan ribu. Disana mereka juga dapat bermain di bilik-bilik sempit ataupun menyewa losmen atau hotel kelas melati yang bertebaran di sekitarnya. Bagi wisatawan mancanegara, kawasan ini mungkin merupakan tempat favorit selama berwisata ke Jogja. Citarasa eksotis wanita Asia dapat mereka kecap disini. Jadilah lokasi ini juga punya andil yang cukup banyak bagi dunia pariwisata. Maka tak mengherankan, semenjak dulu hingga sekarang Sarkem selalu bertahan sebagai kawasan malam yang melegenda, tak banyak yang mengusiknya bahkan pemerintah daerah sekalipun.

Nama Sarkem kembali menjadi wacana menarik belakangan ini ketika banyak orang mengusulkan agar dijadikan kawasan wisata andalan bagi Prpvinsi DIY. Termasuk kemungkinan sebagai wisata seks. Salah satu tokoh pariwisata dan perhotelan Jogjakarta dalam sebuah koran terbitan lokal mengemukakan bahwa banyak sekali tamu hotel yang minta diantar ke Sarkem setiap berkunjung ke Jogja sehingga kawasan ini cocok sekali digunakan sebagai sentra wista seks. Ia kemudian mencontohkan bahwa Malaysia dan Singapura pun telah memilikinya. Karena itu, selain akan menambah pendapatan daerah juga bisa memantau penyebaran HIV/AIDS sehingga terkendali sebab para PSK-nya terpusat di satu tempat saja.

Tentu saja wacana ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Jogjakarta. Bahkan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X sampai turut angkat bicara. Secara tegas orang nomor satu di keraton Jogjakarta itu menolak wacana tersebut. Sultan menginginkan Jogjakarta maju dan terkenal karena budaya dan keramahannya, bukan karena sisi gelapnya. Janganlah menghalalkan segala cara untuk mencapai sesuatu yang kemungkinan besar akan menimbulkan gesekan-gesekan di masyarakat.

Sebenarnya sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia pariwisata ujung-ujungnya akan berkaitan dengan dunia malam atau sejenisnya. Setiap lokasi wisata yang terkenal dan maju umumnya juga memiliki wisata seks yang maju pula. Misalnya saja negara tetangga kita Thailand yang sangat maju dalam pariwisata. Disana wisata seks diolah dan digarap sedemikian rupa sehingga menarik minat turis asing untuk berdatangan. Seks menjadi hal yang umum di negara itu. Tetapi ekses negatifnya adalah penyebaran dan penularan HIV/AIDS juga berkembang pesat juga disana.

Sebagai orang yang pernah sedikit mengenyam ilmu dan berkecimpung di dunia pariwisata, saya tahu betul dilema-dilema dalam memajukan pariwisata di negara kita. Salah satunya adalah seperti hal diatas. Yang mungkin tidak pernah dipikirkan banyak orang adalah mengapa kita tidak mencari terobosan atau inovasi baru yang lebih fresh dan khas daripada melulu mengutak-atik seks sebagai sebuah komoditi wisata. Misalnya saja menggagas wisata buku atau wisata cyber yang banyak menggeliat di kota ini. Bukankah lebih baik kita menciptakan trend daripada mengekor trend? Siapa tahu hasilnya malah lebih menjanjikan…

Lepas dari itu semua, biarlah orang-orang pintar dan berkompeten yang berwacana di publik dan memikirkannya. Sebagai orang biasa, kita hanya bisa melihat dan mungkin sedikit mengkritisinya seperti ini saja. Biarlah Sarkem tetap dengan dunianya, melepaskan syair-syair malam diantara masyarakat Jogja yang sedang berubah. Yang penting sekarang ini seperti alunan lagu Kla Project...NIKMATI BERSAMA SUASANA JOGJA dengan segala warna-warninya.

Jogjakarta, 13 Desember 2007

Rabu, 12 Desember 2007

KALAH LAGI-KALAH LAGI...CAPE DEH ?!




Kalah dan gagal lagi. Itulah timnas sepakbola Indonesia. Seolah menerima kutukan berkepanjangan, tak pernah dunia persepakbolaan kita mempersembahkan prestasi yang membanggakan. Padahal kurang apalagi? Sepakbola merupakan olahraga yang paling digemari oleh jutaan orang Indonesia, kompetisi lokal berlangsung meriah dengan bertaburan pemain asing, dana milyaran rupiah baik dari APBD maupun sponsor mengalir deras untuk jalannya roda kompetisi dan juga siang malam hampir sepanjang hari tv kita menyuguhkan pertandingan-pertandingan sepakbola baik lokal maupun internasional. Tetapi itu semua berbanding terbalik dengan prestasi yang diraih. Jadi, apanya yang salah? Pakar atau ahli sepakbola sekaliber apapun tampaknya akan pusing tujuh keliling bila disuruh memikirkan dan mencari jawaban atas fenomena sepakbola kita tersebut.

Seperti juga halnya dengan yang diperlihatkan timnas U-23 kita yang bertarung di Sea Games kali ini. Hanya membutuhkan hasil seri saja untuk lolos ke semifinal melawan tim yang notabebe sudah lolos duluan, Thailand, timnas kita tak berkutik dan keok 2-1. Padahal tim ini sudah dipersiapkan begitu panjang, bahkan pernah tampil bagus saat melakukan ujicoba selama sepekan di Argentina. Bandingkan dengan Thailand yang cuma dipersiapkan seminggu menjelang Sea Games. Mengenai mental bermain juga sudah lumayan bagus dengan semangat tinggi yang pantang menyerah sampai menit terakhir. Pelatihpun juga bagus. Ivan Venkov Kolev adalah pelatih yang sudah lama malang melintang di Indonesia sehingga sangat mengenal dan tahu betul karakteristik pemain-pemain Indonesia. Bonus jutaan rupiah juga telah menanti setiap pemain apabila kemenangan demi kemenangan dapat diraih. Tapi itu semua belum cukup untuk membangkitkan prestasi sepakbola Indonesia.

Menurut kacamata pribadi saya sebagai seorang warga negara Indonesia yang sangat menggemari bola, mungkin ada beberapa faktor yang mempengaruhi tidak bagusnya prestasi sepakbola kita. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor teknis, psikis dan juga dapat dilihat dari sisi spiritual. Dari faktor taknis dapat dilihat bahwa pembinaan pemain-pemain muda kurang optimal. Banyaknya pemain-pemain asing yang bermain di liga membuat frekuensi bermain pemain-pemain lokal berkurang. Pemain kita hanya menjadi ban serep bagi pemain asing. Lihat saja, bila setiap klub boleh memiliki sampai lima pemain, maka setiap posisi vital dalam sebuah tim sudah terisi semua oleh pemain impor tersebut. Padahal kalo dipikir-pikir, pemain-pemain asing itulah sebenarnya yang menyedot anggaran APBD begitu banyak. Mereka digaji jauh diatas rata-rata pemain lokal. Memang tak dapat dipungkiri, dengan banyaknya pemain asing membuat jalannya kompetisi berjalan megah dan meriah. Liga kita menjadi salah satu yang terbaik di Asia Tenggara. Tetapi, apakah kita hanya memikirkan gebyar dari luar saja, padahal dalamnya kosong??

Kemudian dari dari faktor psikis dapat dilihat bahwa mental pemain kita harus lebih dibenahi lagi. Rata-rata pemain Indonesia lebih mengedepankan emosi dalam bermain. Ini dapat terlihat dari begitu banyaknya tindak kekerasan di lapangan hijau. Memprotes wasit sambil mendorong dan mengubernya hingga lari tungganglanggang sudah jamak terlihat. Apalagi bila penonton juga tersulut emosinya, aksi lempar batu pun tak bisa dihindari. Jadilah menonton sepakbola Indonesia kadang seperti di neraka. Ini semua sebenarnya tak bisa lepas dari mental bangsa Indonesia zaman ini secara keseluruhan. Memang setelah era kebebasan bergulir, terlihat sekali bahwa kita terserang euforia yang berkepanjangan. Segala hal dianggap baik dan bebas tak berbatas apalagi nanti bila dikaitkan dengan HAM. Mungkin kita memang sedang dalam masa transisi pencarian jatidiri bangsa setelah sekian lama kran kebebasan tersumbat. Sepakbola adalah cermin kecil dari wajah kekerasan bangsa kita dewasa ini. Membenahi mental sepakbola Indonesia akan berhasil bila mental bangsa kita secara keseluruhan mulai berangsur membaik kembali.

Yang mungkin banyak dilupakan orang adalah faktor spiritual. Ini mungkin juga merupakan gambaran secara umum bangsa kita juga. Sebagai bangsa yang mengaku bertuhan dan beragama ternyata banyak sekali kelakuan kita yang jauh dari nilai-nilai luhur agama. Korupsi, kolusi dan semacamnya merajalela di negeri ini. Seperti halnya di tubuh PSSI sendiri disinyalir banyak kolusi dan uang haram yang beredar. Ini misalnya terlihat dari keputusan-keputusan komisi disiplin PSSI yang kadang tidak sesuai fakta di lapangan dan malah merugikan sportivitas sepakbola itu sendiri. Yang lebih menggelikan lagi sekarang ini PSSI dikendalikan dari dalam penjara. Nurdin Halid, sang ketua umum PSSI, tersandung masalah korupsi lagi sehingga harus mendekam di penjara. Tokoh ini memang hobi keluar masuk bui. Mungkin karena kharismanya yang begitu tinggi, tak seorangpun mampu mendongkelnya dari tampuk kepemimpinan. Bahkan ancaman FIFA pun tak mamapu melengserkannya. Melihat hal tersebut, saya jadi berpikir jangan-jangan duit pembinaan sepakbola kita itu juga bernilai haram di mata tuhan. Kegagalan yang berkepanjangan ini semata-mata karena tuhan tidak ridla dengan kelakuan kita. Siapa tahu??

Demikianlah sekedar keluh kesah saya sebagai orang Indonesia yang mendambakan memiliki tim nasional sepakbola yang kuat dan mampu berbicara banyak di dunia internasional. Tulisan ini dibuat dengan hati geram setelah menyaksikan kekalahan timnas U-23 melawan Thailand dalam Sea Games kali ini. Semoga ke depan kita tetap bersemangat terus membangun sepabola Indonesia walau memang itu tak mudah...

Tambak,....

Jumat, 07 Desember 2007

KETIKA NGONTHEL MENJADI TREND


Ajakan untuk kembali menoleh sepeda sebagai alat transportasi yang sehat dan menyehatkan kini berkembang sebagai trend di berbagai daerah. Banyak kantor atau instansi baik pemerintah maupun swasta yang menganjurkan pegawainya untuk menggunakan sepeda pada hari-hari tertentu sewaktu berangkat ataupun pulang kantor. Umumnya mereka membentuk semacam klub atau perkumpulan yang secara rutin mengadakan kegiatan bersepeda bersama-sama.

Secara idealistis, kampanye penggunaan sepeda patut dihargai apabila didasari komitmen kuat dan sistematis untuk membangun hidup yang sehat. Baik bagi penggunanya maupun sebagai kontribusi kepada lingkungan. Jika bisa dilakukan secara massal dan konsisten, dapat dibayangkan berapa persen polusi udara dapat dikurangi dari kemungkinan penggunaan kendaraan bermotor. Sekaligus juga tercakup praktek penghematan bahan bakar minyak.

Yang perlu diperhatikan kemudian adalah fasilitas-fasilitas penunjang agar pengguna-pengguna sepeda mempunyai ruang yang cukup memadai di sepanjang ruas jalan. Arus lalu lintas yang campurbaur antara sepeda dengan kendaraan-kendaraan ataupun pengguna jalan lain akan membuat jalanan menjadi semrawut tak karuan. Selain itu sangatlah membahayakan keselamatan pengguna jalan. Lihatlah, kepadatan Jalan Parangtritis ataupun Jalan Bantul di waktu pagi dan petang saat banyak pengguna sepeda melintas beriringan dengan sepeda motor dan mobil. Seringkali terjadi gesekan atau benturan yang bisa mengakibatkan kecelakaan fatal. Oleh karena itu perlu dibuat kebijakan yang berpihak pada ketersediaan jalur-jalur khusus bagi sepeda.

Negeri Belanda adalah contoh yang baik bagi kita. Di sana pengendara sepeda mempunyai jalur khusus yang disebut fietspad. Sepeda bukan sekedar alat angkut alternatif, melainkan telah menjadi pilihan yang diapresiasi sebagai kebutuhan. Telah tertanam kesadaran hidup sehat dengan lingkungan yang sehat. Di masyarakat kita, kultur transportasi masih dihadapkan pada realitas kendaraan sebagai pencitraan diri, prestise, bahkan dikelola sebagai gaya hidup, bukan didasari kebutuhan praktis dan pilihan apresiatif yang bersentuhan dengan lingkungan.

Saya sendiri sebenarnya sudah lama tidak mengayuh sepeda. Dilema perjalanan menuju tempat kerja yang sangat jauh membuat saya mengesampingkannya. Hanya pada event-event tertentu, seperti waktu ada sepeda gembira atau pengin putar-putar keliling kampung sekedar menghilangkan kejenuhan. Badanpun tak sekuat dulu. Mengayuh sepeda sedikit saja kaki ini capenya minta ampun. Mungkin karena terlalu lama terbuai kenikmatan menunggangi kekasih setiaku, my lovely Supra...whakaka.

Saya pun jadi teringat masa-masa sekolah dulu ketika pulang pergi naik sepeda. Waktu itu sepeda merupakan alat transportasi yang banyak digunakan. Sepeda motor masih menjadi barang yang mewah. Lain dengan sekarang, hampir setiap keluarga memiliki sepeda motor, bahkan setiap anggota kelurga memilikinya sendiri-sendiri. Betapa asyik dan nikmatnya kala itu. Sekali dua kali bersama-sama teman-teman ke Jogja atau Parangtritis ngonthel beramai-ramai. Sebuah kenangan kecil yang sangat indah dan menyenangkan. Entah kemana kawan-kawanku dulu itu sekarang…?

Lepas dari itu semua, bila saja konsep back to cycle ini bukan hanya trend semata, tentulah sangat menjanjikan bagi berkurangnya polusi di sekitar kita. Jogjakarta yang dulu dikenal dengan kota sepeda sudah selayaknya kembali memberi ruang bagi pengguna sepeda. Setidak-tidaknya dengan itu kita sudah berperan bagi terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat.

Terban, 07 Desember 2007

Selasa, 27 November 2007

WAJAH DI BALIK ILALANG


Inilah wajah di balik ilalang yang bahurekso blog ini. Namanya IMAM WAHYUDI, ya saya sendiri…hehe. Paparan di bawah ini sekedar memperkenalkan diri sebagai sang empunya rumah kepada khalayak pembaca dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga.


Ilalang Liar, seorang pengembara baru di dunia maya dilahirkan di sebuah desa kecil wilayah Kabupaten Kulon Progo, Jogjakarta. Tidak banyak catatan penting yang dapat dituliskan tentang orang ini. Dia lebih enjoy bermain di balik layar daripada tampil di depan publik dengan ide-ide dan angan-angan liarnya. Orang ini dari luar terlihat sangat misterius dengan segala keghaiban yang melingkupinya tetapi apabila sudah mengenalnya lebih dekat akan terasa bahwa ia merupakan sosok yang mudah diajak bergaul, bekerjasama, bercanda atau sebagai tempat curhat. Mungkin Anda ingin mendengar wejangan-wejangan kasepuhannya yang adiluhung. Silahkan saja…whakaka!?


Ia dari luar juga terlihat sebagai pekerja keras, walau sebenarnya irama hidupnya sangatlah santai. Tak banyak yang neko-neko dari orang ini, mengalir begitu saja seperti air di arus yang tenang. Pekerjaannya pun hanya serabutan, asal mendapatkan uang sekedarnya saja. Nyawa hidupnya ada di dua tempat yang sangat dicintainya. Wates sebagai tanah kelahiran dan tempat berteduh bila malam datang sedangkan Jogja sebagi tempat mencari penghidupan sehari-hari


Lelaki ini lebih senang sendiri dalam beberapa hal. Percaya ngga percaya, ia belum pernah sekalipun sekedar berpacaran dengan seorang perempuan walau hidupnya banyak dikelilingi perempuan. Bukan karena ia alergi atau menganggap tabu hal itu, tapi tampang, gaya hidup serta curriculum vitaenya mungkin tak menjanjikan masa depan yang menarik bagi perempuan-perempuan di sekitarnya : D. Satu-satunya kekasih sejati yang selalu menemani dan menyertai langkah-langkahnya sehari-hari adalah sepeda motor Honda Astrea Supra keluaran lama yang diakuisisinya dari seorang kawan secara kredit. Dengan sang kekasih ini, suka duka kehidupan ia arungi. Menembus dinginnya pagi, teriknya mentari siang dan pekat gelapnya malam. Menjelajah kampung menyusuri ramai riuhnya perkotaan. Walau terkadang bandel, ngadat dan memboroskan banyak uang ia tetap amat sangat mencintai sang kekasih tambatan hatinya ini….


Satu lagi tentang orang ini adalah cinta matinya kepada sepakbola dan tentu saja dunia perbukuan dan sastra. Hampir semua pertandingan liga di seluruh dunia ada dalam jangkuannya. Tanyakan segala hal tentang bola, maka ia akan menjawabnya dengan antusias. Ia juga kelihatan sangat mengenal dunia perbukuan dan sastra walau sebenarnya kalo membaca buku cuma sambil lalu saja. Kunci utama agar terlihat tahu dan paham tentang segala hal adalah selalu melihat bagian akhir dari setiap masalah. Mungkin ini terlihat ganjil, tapi begitulah adanya. Sang ilalang selalu menggunakan logika terbalik dalam beraktivitas. Umpamanya saja kalo membuka buku ia selalu dari sampul belakang kemudian membacanya dari bagian klimaks (akhir) menuju awal cerita. Yah, seperti menggunakan alur sorot balik lah. Oleh karena itu inti persoalan selalu dapat diketahui terlebih dahulu walaupun jalan ceritanya tak tahu babar blas…

.
Itulah sekedar catatan tentang seorang Imam Wahyudi yang sebenarnya tak terlalu penting untuk diketahui. Selamat membaca keluh kesah, gurau canda dan sentilan-sentilan liarnya dalam blog yang sebenarnya juga tak terlalu penting untuk dibaca ini.


Salam.


Giant.net, 27 November 2007

JURUS-JURUS CINTA SANG PENAKLUK MALAM


BILA CINTA MENDATANGIMU


Bila cinta mendatangimu, ikutilah dia… walaupun jalannya sulit dan terjal dan ketika sayapnya mengembang mengundangmu…
Walau pedang yang tersembunyi diantara ujung sayapnya dapat melukaimu dan ketika ia berkata padamu untuk mempercayainya…
Walaupun suaranya berserak dalam mimpimu bagaikan angin utara yang menghembus dikebun.


DIMANAKAH AKU

ak terkapar
tanpa daya..
tak ada sebutir tenaga
untukku bangkit
segalanya luruh
tak ada lagi yg tersisa
larut
tak ada lagi tempatku ntukku bertumpu
atau sekedar menyandarkan asaku
tiap detak & detik waktu
kurasakan begitu panjang
melelahkan..
menyakitkan..
sungguh!
akal bagai tak berakal
hati seperti tak berhati
jiwa..entah akupun tak tau apa aku masih punya jiwa?
bila kau tanyakan.."dimana kamu?"
aku juga tak tau dimana aku tergeletak
nuranikupun tak mampu menerka
ini terlalau asing bagiku!
darah..
air mata..
bercampur
menjadi satu
..bersatu padu
menenggelamkan diriku!
dan nafasku sendiri sepertinya..
dengan kejam mencekik
membungkam
menutup
seluruh rongga udara
sekali lagi..
aku sangat kesakitan!
aku mencoba tertawa
tertawa..
dan tertawa
tapi tawaku lebih sedih dari
semua tangisan yg memilukan
kini..
aku sudah tak ingat siapa namaku
dimna aku tinggal
..kedua org tuaku..
dimana mereka
seperti apa?
teman2ku..
kakak2 dan adik2ku..
sahabat2ku..
dimana mereka?
seperti apa?
apakah aku punya?
ah..aku tak tau!!!
gelap..
kedua mataku tak mampu melihat..
ah..apa aku masih punya mata?
telinga..
hidung..
tangan..
kaki..
apa aku masih punya???
entah..
berhenti pada detik ini aku
tak tau apa yg harus kulakukan..

CINTA


dimana mencari cinta???tanyakan saja pada rumput yang bergoyang...tak ada yang mampu menjawab.
bukankah cinta itu tidak untuk dicari?cinta itu kan tiba padamu,tanpa bisa kau pilih.tak ada yang bisa memilih cinta,tak ada yang dapat memutuskan kapan cinta harus hadir dan kepada siapa kan tumbuh..
mungkin,cinta itu telah diilhamkan olehNya,pada hati kita...



Itulah sebagian bait-bait syair Imam Pamungkas, sang penakluk malam yang bertutur tentang cinta dan perjuangan mencari makna hidup. Bagi lelaki seusianya, puisi-puisi bercorak seperti inilah yang paling mungkin tercipta. Usia sekitar 20 tahunan adalah usia dimana seseorang mulai mencari jati diri dalam hidupnya. Wajarlah bila keluh kesah, mimpi-mimpi yang melambung dan harubiru cinta mewarnai tiap kata yang terangkai.


Saya sendiri sangat mengenal sobat karibku ini. Semenjak masih bercelana pendek memakai seragam SMP dulu hingga sekarang sudah beranjak dewasa dengan berbagai usaha yang coba dijalaninya. Kerja keras dan mimpi-mimpinya untuk meraih kehidupan yang lebih baik kadang menginspirasi saya untuk berbuat lebih baik dalam hidup ini. Usahanya yang tak kenal menyerah dan semangatnya untuk selalu mencoba hal-hal baru patut diacungi jempol.


Saya masih ingat ketika pertama kali ia menjalankan kafe tiga ceret milik orang lain di depan masjid Agung Wates. Waktu itu ia baru lulus STM. Ia sangat memimpikan mempunyai kafe tiga ceret sendiri. Lambat laun mimpinya itu terwujud juga. Bahkan kini ada juga warung makan di depan rumahnya yang dijalankan sang mami. Sebuah perjuangan yang layak dicontoh. Di saat remaja seusianya lebih mementingkan hura-hura ia telah melangkah setapak ke depan walau dengan langkah yang tak mudah.


Ia mungkin jarang tidur malam hari demi menegakkan kafe tiga ceretnya. Malam selalu dilewatkan dengan mata yang terjaga. Kehidupan seakan ia balik. Seperti halnya sang kalong, malam selalu ia gunakan untuk mengejar angan-angan yang terus melayang sedang siang ia habiskan untuk bertapa mendengkur menikmati mimpi-mimpi indah yang kelihatan sudah teraih. Jadilah ia mentasbihkan dirinya sebagai sang penakluk malam…


Satu lagi tentang anak ini adalah kesukaannya pada musik dan seni. Ia adalah fans berat Ada Band dengan lagu-lagu cinta nan romantis khas anak muda seusianya. Hampir semua lagu Ada Band dikuasainya. Petikan-petikan gitarnya selalu beraroma Ada Band. Wajarlah bila puisi-puisinya kadang juga cukup romantis…


Saya tak tahu persis mengenai kisah cintanya. Tetapi melihat syair-syairnya mungkin ia memang sedang mencari makna cinta dalam hidupnya. Cinta dalam arti yang sebenarnya. Cinta yang tidak hanya menyangkut hubungan kasih laki-laki dan perempuan. Cintanya terhadap hidup dan kehidupan. Cinta yang terus tumbuh seiring mimpi-mimpi dan jiwa mudanya yang bergejolak. Lewat syair-syair tersebut ia sedang memainkan jurus-jurusnya. Jurus-jurus cinta yang akan terus terasah oleh waktu dan pengalaman.


Selamat memainkan jurus-jurusmu Kawan!? Suatu saat mimpi-mimpimu pasti dapat kaurengkuh sebagaimana sekarang malam dapat kau taklukan….


Giant.net, 27 November 2007

Minggu, 25 November 2007

KETIKA LEPEK MEMBACA REMBULAN



PADHANG MBULAN EUEY


wengi iki padhang mbulan.....!
takbayangake...
krisdayanti rengeng_rengeng geguritan,
ing sandinge "the rock" jingkrak jingkrak nunggang jaran kepang..
lamunane wong edan???

ing ati iki ono roso kuciwo..
jare ngaku wong jowo,nanging do ora iso honocoroko..
(padahal aku yo ora iso..he..)
sopo kang gelem nguri_uri mogobothongo?
mosok arep di_ekspor ing negoro liyo???
tempe wae(panganan ket jaman majapait) jare wis di hakpatenke jepang?
tembang rasa sayange,kok yo iso diaku tembang malasia?
lha piye maneh???
bocah kang lagi thingis....diajari "good morning"
didolani tamiya,ps,komputer....
dipakani hotdog,pizza.....
metu soko ngomah,wedi keno bledug...
sesuk sopo yo?
kang muni sugeng enjang...dolanan gobag sodor..
ngopeni thiwul growol.....
santai wae ding,isih ono wong tuwo tuwo..
lha yen kabeh kang iso do tilar donyo???

we lah,padhang mbulan tho saiki??
ah,isih kalah padhang karo neon,
mending ing njero ngomah,
iso nonton,,,, po kelon ???


( taken from blog in Landung's Friendster)

Baris-baris diatas adalah ndleming seorang Lepek melihat fenomena yang berkembang di sekitarnya. Lepek adalah nama lain Landung Widodo, seniman jalanan asal Kedunggong, Wates, Kulon Progo. Anda mungkin sudah bisa menebak, mengapa ia menyandang julukan demikian. Yah, karena badannya yang item dan pakaiannya yang selalu terlihat kumal. Walau sudah mandi seribu kali pun niscaya tak akan bisa mengubah bentuk dan penampilannya. Ia adalah spesies langka yang diciptakan tuhan dan dilahirkan ke dunia untuk Mbah Hadi Ranto sekeluarga : D. Seperti kata si Tukul, jangan melihat buku dari sampulnya. Maka lihatlah Lepek dari karya-karyanya.


Lepek mungkin tak memahami sastra atau puisi secara mendalam. Ia tak pernah membaca karya-karya sastra orang lain. Ia menulis dan bertutur untuk dirinya sendiri. Dengan menulis sisi liar imajinasinya bisa diekspresikan dengan leluasa. Mau dibaca orang atau tidak, ia tidak peduli. Yang penting ia bisa berkreasi dan berekspresi secara bebas.


Bagi Lepek menulis adalah kebebasan. Seperti halnya ketika jari-jarinya memetik gitar, kata-kata akan mengalir begitu saja huruf demi huruf ketika jari-jarinya mulai memencet keyboard komputer. Ia tak pernah mengkonsep tulisannya. Puisi-puisi yang terlahir adalah puisi yang langsung jadi, tak pernah ada kerangka dan ide yang mendahului. Idenya baru muncul ketika ia asyik di bilik warnet. Jadilah puisi Lepek puisi yang orisinil, tak terkontaminasi penyair lain. Dan yang jelas, dalam kesederhanaan puisinya terlihat sisi-sisi kepekaan dalam memotret lingkungan sekitar.


Menyimak puisi diatas, kita seperti tersadarkan betapa anak-anak dan generasi muda kita telah begitu jauh melupakan budaya asli daerahnya. Saya jadi teringat masa kanak-kanak dulu sekitar tahun 80an sewaktu bulan purnama tiba. Sehabis Isya hingga menjelang larut malam, anak-anak bermain di halaman di bawah terang sinar rembulan. Ada yang bermain gobag sodor, petak umpet, jethungan, nom tuwa dan sebagainya. Sedang anak perempuan bermain tali atupun dakon. Terasa sekali suasana keceriaan dan keriangan yang khas kekentalan lokalnya. Rasa suka cita terbawa sampai ke alam mimpi kemudian.


Kini suasana seperti itu sudah jarang kita temukan lagi, berganti permainan canggih produk barat dan budaya luar lainnya. Anak-anak lebih senang bermain playstation atau nge-game di warnet. Budaya televisi pun merampas budaya bermain anak-anak. Mereka lebih senang nongkrong di depan televisi nonton sinetron atau gosip infotainment daripada mengembangkan kreativitasnya di luar. Jadilah anak-anak ini generasi yang malas tak mau bekerja keras. Mereka selalu mendapatkan sesuatu dengan mudah tanpa melalui bayak perjuangan.


Hal-hal diatas mampu disajikan Lepek dengan jenaka. Bahkan di bagian akhir puisinya, ia menulis bahwa lebih enak kelon daripada melihat bulan purnama di luar.Lebih enak berpacaran dan bermesraan daripada menghayati kebesaran tuhan lewat keindahan rembulan purnama.


Tapi yang perlu menjadi catatan, betapa Lepek juga sudah termakan budaya asing juga. Ia lebih senang menghabiskan malamnya dengan bermain bilyard ataupun playstation hingga fajar menjelang. Sudah menjadi rahasia umum, ia adalah raja ps dan bilyard di kalangan ‘kaum’nya. Bukan begitu Kawan? : D.


Lepas dari itu, puisi Lepek mengingatkan saya betapa kita telah kehilangan masa-masa kecil dulu. Bermain gobag sodor, jethungan, nom tuwa dengan teman sebaya di waktu bulan purnama tiba. Kemana hilangnya masa-masa itu?


Gunung Mijil, 25 November 2007

Senin, 19 November 2007

WONG NDESO BELAJAR NGENET


Perkembangan kota kecilku semakin pesat. Kalo dulu belum sampai jam sembilan malam sudah terasa senyap, kini sampai tengah malam hingga menjelang pagi denyut kehidupan masih terasa. Maklumlah, semenjak beberapa perguruan tinggi mengembangkan sayapnya hingga ke pelosok kota kecilku, banyak mahasiswa dari luar daerah berdatangan kemudian indekost disini. Akhirnya tumbuhlah beberapa elemen pendukung, layaknya kota pelajar besar seperti Jogjakarta. Di beberapa sudut kota mulai berdiri gerai-gerai komputer. Tak ketinggalan warung internet atau warnet pun mulai berkembang. Seakan saling bersaing, mereka menawarkan pelayanan dan keunggulannya masing-masing. Yang mengherankan, hampir setiap hari hingga malam warnet-warnet ini ramainya minta ampun. Sampai-sampai bila ingin mengakses internet harus rela dan sabar mengantri. Benar-benar tak terbayangkan sebelumnya….

Secara pribadi banyaknya warnet yang bermunculan ini membawa dampak positif bagiku. Sebagai pekerja biasa yang waktu sekolah dulu hanya mengenal pelajaran mengetik, aku sedikit demi sedikit mulai mengenal internet. Mulanya sih, pengin tahu saja. Katanya dengan internet bisa memperoleh informasi lebih cepat dan terbuka dari segala penjuru jagad. Akhirnya, kuberanikan diri datang ke warnet dengan pengetahuan yang terbatas. Menghidupkan dan mematikan komputer pun aku tak bisa. Apalagi menjalankan mouse, sering meleset mengkliknya. Tapi dengan membuang rasa malu jauh-jauh dan banyak tanya sana-sini, sedikit banyak aku mulai belajar dan mengenal komputer. Untungnya, banyak pula kawan-kawanku yang pong-pong bolong dunia komputer ikut-ikutan suka ngenet. Jadilah kita belajar bersama.

Semenjak beberapa tahun ini, aku jadi keranjingan internet. Hampir tiap hari, terutama malam hari (maklum ongkosnya murah...), aku selalu mampir ke warnet. Kalo awal-awal dulu, hanya buka-buka situs saja mulai dari olahraga sampe situs-situs bokep…(ssstt, kalo ini cuma iseng aja ya…hehe) kini aku mulai belajar membuat blog, mengenal sedikit pemrograman, tahu sedikit tentang cracking, hacking dan sejenisnya. Friendster pun aku punya, jadi agak gaul dan ngga keliatan gaptek benget gitu….padahal aslinya ndeso tenan!

Imbas dari sering ke warnet ini, pengeluaran pun jadi meningkat. Kalo dulu bila ingin mencari berita teraktual cukup ke agen koran samping BPD atau pergi ke perpustakaan daerah, kini aku lebih sering menyambangi warnet. Tapi tak apalah, itung-itung ini biaya kursus komputer yang belum pernah kuperoleh. Selain itu, jadi banyak menambah kawan. So, kawanku tidak hanya Parno si buruh bangunan, Parmin si tukang rumput atau Mbok Nah si kuli gendong. Kini kawanku ada yang kuliahan dan pinter-pinter…juga cantik-cantik : D. Kadang aku tertawa sendiri bila membuka friendster dan melihat comment serta message di dalamnya dari orang-orang terpelajar dan pinter. Aku serasa sudah seperti mahasiswa atau orang dengan pekerjaan kantoran yang ditanya dan dikomentari macam-macam. Padahal aslinya…ndeso tenan!

Kadang aku ngga nyambung lagi bila bicara dengan kawan-kawan lamaku, si buruh bangunan, si tukang rumput atau si kuli gendong. Istilah-istilah orang-orang pinter seringkali lupa kupakai. Mereka sering bingung dan melongo, “Hah…opo?!" Maka jadilah aku orang paling pinter dan modern di komunitas lamaku.

Lepas dari itu, aku beruntung dan bersyukur sekali sebagai wong ndeso yang buta babar blas tentang komputer sekarang sedikit demi sedikit mulai mengenal komputer dan seluk beluk di dalamnya. Terima kasih buat kawan-kawan yang mau mengajariku, si bodoh ndeso ini. Sekarang aku bisa menepuk dada, "Aku wis ra gaptek lek...hihi"

Wates, 19 November 2007

Minggu, 18 November 2007

LAGU YANG RANCU


Rakyat Indonesia sejak dini sudah didoktrin dengan lagu-lagu yang tidak bermutu dan mengandung banyak kesalahan, mengajarkan kerancuan, dan menurunkan motivasi.
Mari kita buktikan :

"Aku seorang kapiten... mempunyai pedang panjang...kalo berjalan prok..prok.. prok... aku seorang kapiten!" Perhatikan di bait pertama dia cerita tentang pedangnya, tapi di bait kedua dia cerita tentang sepatunya (inkonsistensi). Harusnya dia tetap konsisten, misal jika ingin cerita tentang sepatunya seharusnya dia bernyanyi :"mempunyai sepatu baja (bukan pedang panjang).. kalo berjalan prok..prok.. prok.." nah, itu baru klop! jika ingin cerita tentang pedangnya, harusnya dia bernyanyi: "mempunyai pedang panjang...kalo berjalan ndul..gondal. .gandul..atau srek.. srek..srek.." itu baru sesuai dengan kondisi pedang panjangnya!

"Bangun tidur ku terus mandi.. tidak lupa menggosok gigi..habis mandi kutolong ibu.. membersihkan tempat tidurku.." Perhatikan setelah habis mandi langsung membersihkan tempat tidur. Lagu ini membuat anak-anak tidak bisa terprogram secara baik dalam menyelesaikan tugasnya dan selalu terburu-buru.Sehabis mandi seharusnya si anak pakai baju dulu dan tidak langsung membersihkan tempat tidur dalam kondisi basah dan telanjang!

"Naik-naik ke puncak gunung.. tinggi.. tinggi sekali..kiri kanan kulihat saja.. banyak pohon cemara..2X" Lagu ini dapat membuat anak kecil kehilangan konsentrasi, semangat dan motivasi! Pada awal lagu terkesan semangat akan mendaki gunung yang tinggi tetapi kemudian ternyata setelah melihat jalanan yang tajam mendaki lalu jadi bingung dan gak tau mau berbuat apa, bisanya cuma noleh ke kiri ke kanan aja, gak maju-maju!

"Naik kereta api tut..tut..tut. . siapa hendak turutke Bandung .. Surabaya.. bolehlah naik dengan naik percuma..ayo kawanku lekas naik.. keretaku tak berhenti lama" Nah, yang begini ini yang parah! mengajarkan anak-anak kalo sudah dewasa maunya gratis melulu. Pantesan PJKA rugi terus! terutama jalur Jakarta-Malang dan Jakarta-Surabaya!

"Di pucuk pohon cempaka.. burung kutilang berbunyi..bersiul-siul sepanjang hari dengan tak jemu-jemu..mengangguk-angguk sambil bernyanyi tri lili..li..li.. li..li.." Ini juga menyesatkan dan tidak mengajarkan kepada anak-anak akan realita yang sebenarnya. Burung kutilang itu kalo nyanyi bunyinya cuit..cuit.. cuit ! kalo tri li li li li itu bunyi kalo yang nyanyi orang (catatan: acara lagu anak-anak dengan presenter Agnes Monica waktu dia masih kecil adalah tra la la tri li li!), bukan burung!

"Pok amé amé.. belalang kupu-kupu.. siang makan nasi, kalo malam minum susu.." Ini jelas lagu dewasa dan bukan konsumsi untuk anak-anak! Karena yang disebutkan di atas itu adalah kegiatan orang dewasa, bukan anak kecil. Kalo anak kecil, karena belom boleh maem nasi, jadi gak pagi gak malem ya minum susu!

"Nina bobo nina bobo oh nina bobo... kalau tidak bobo digigit nyamuk" Menurut psikolog: sekian tahun anak-anak Indonesia diajak tidur dengan lagu yang penuh nada mengancam.

"Bintang kecil dilangit yg biru..." (Bintang kan adanya malem, lah kalo malem mang warna langitnya biru?)

"Ibu kita Kartini...harum namanya" (Namanya Kartini atau Harum?)

"Pada hari Minggu..naik delman istimewa kududuk dimuka" (Nah, gak sopan kan..masa duduk di muka??)

"Cangkul-cangkul, cangkul yang dalam, menanam jagung di kebun kita..." (kalo mau nanam jagung, ngapain dalam-dalam emang mo bikin sumur?)


Kamis, 15 November 2007

PROLOG (ketika usia makin merimbun)

“Take your time. Think a lot. Think of everything you’ve got. For you will still be here tomorrow, but your dreams may not.” (Lagu Cat Stevens, “Foosteps in the dark/ Greatest Hits Vol. 2”)

Kadang sekilas pikir saya gundah Tuhan memberikan seperempat abad lebih umur hingga detik ini. Tapi apa yang telah saya lakukan dengan itu? Pencapaian-pencapaian apa yang saya peroleh, baik bagi diri saya, orang lain atau lingkungan sekitar? Apakah saya telah membahagiakan orang-orang yang mengasihi saya? Apakah jalan yang saya ambil sudah benar? Apakah umur saya kemudian akan lebih panjang dari apa yang telah saya lalui? Bila saya tiada nanti, kebaikan atau keburukan yang akan dikenang banyak orang? Pikiran-pikiran itu menghentak saya untuk melangkah ke depan lebih baik. Walau kadang terseok, saya tetap berusaha menapak tegak dan lurus. Esok harus lebih cerah dari hari ini maupun kemarin.

Banyak hikmah dan pelajaran yang saya petik dari masa yang telah terlewat. Bahwa segala sesuatu selalu mengandung unsur kebaikan. Tinggal bagaimana kita merasakan dan menjalaninya. Keberhasilan dan kegagalan, kebahagiaan dan kesusahan, juga mungkin pertemuan dan perpisahan adalah romantika kehidupan yang akan terasa nikmatnya saat kita nanti mengenangnya di kemudian hari. Memang, hidup tidaklah mudah. Begitu banyak keinginan, harapan, cita-cita atau mungkin cinta kita yang kandas, tak sesuai rencana. Tapi begitu banyak pula keindahan-keindahan yang kita peroleh dalam hidup tanpa kita menyadarinya. Lihatlah, kita masih bisa menjalani hari-hari, mengiring sinar sang surya, menghirup segar udaranya, berkreasi tanpa batas dan menikmati warna-warni alam raya lainnya. Betapa menyesalnya kita bila tidak mensyukuri dan mengisinya dengan citarasa kearifan.

Bila napak tilas ke belakang, begitu banyak hal dan kesempatan terlewat tanpa saya sempat menangkapnya sebagai sebuah keberhasilan. Sesal kadang mengiring hari-hari kemudian. Namun sesuatu yang kadang di luar pikir dan jangkauan malah teraih dengan tidak disangka-sangka. Tanpa susah payah mengejar ternyata hinggap dengan manis di pelukan. Memang begitulah kehidupan. Kita tidak mengetahui rencana tuhan kepada hamba-hambanya. Mungkin yang terbaik adalah tetap berusaha sekuat tenaga, menikmati proses yang terus berjalan sambil berpasrah tentang hasil kepada kuasa-Nya.

Dulu kala saya masih bayi, kemudian beranjak menjadi besar, remaja hingga dewasa. Sekarang mungkin memasuki usia pertengahan. Rahasia-rahasia besar lainnya menanti di masa yang akan datang. Hanya dengan doa dan keikhlasan, saya akan menjawabnya. Tuhan, bentangkanlah sayap-sayap-Mu melingkupi langkah-langkahku……

Gunung Mijil, 2 November 2007

Minggu, 11 November 2007

coming soon