Hidup makin sulit. Harga-harga di pasar mulai merangkak naik seiring kenaikan BBM beberapa hari yang lalu. Sementara upah bulanan tidak serta merta ikut menaik. Yah, buruh kecil seperti saya ini harus pandai-pandai benar memanage keuangan sebaik mungkin. Pengeluaran sebisa mungkin diperketat sementara ide, tenaga dan pikiran dimaksimalkan untuk membuat terobosan-terobosan baru guna menambah pemasukan.
Kemarin saya sempat berbincang dengan seorang kawan kerja yang cukup senior, pengurus serikat pekerja di Jogja yang sekaligus kepala dusun di daerah Sleman. Beliau ini menasehati agar di saat-saat yang sulit ini kita bisa memilah dan memilih kebutuhan yang harus didahulukan dengan kebutuhan yang masih bisa dikesampingkan. Janganlah terlalu bernafsu dengan sesuatu ( barang ). Sesuaikan dengan kemampuan kita. Umpamanya saja upah kita hanya sebesar UMP, janganlah bergaya hidup layaknya orang yang pendapatannya berlebih. Ingat, upah minimum adalah batas besaran standar kehidupan layak di suatu daerah. Jadi tak mungkinlah dengan uang segitu kita bisa bergaya hidup wah layaknya selebriti dan pejabat yang pandai korupsi. Kecuali kalo mungkin kita punya usaha sampingan lain. Sementara sudah menjadi fitrah manusia untuk selalu merasa kurang berapapun pendapatan yang dihasilkannya.
Berita-berita di media pun setiap hari isinya hanya demo melulu. Mulai dari mahasiswa sampai ibu rumah tangga kompak menyuarakan pembatalan kenaikan harga BBM. Banyak cara ditempuh, mulai dari aksi damai sampai yang anarkhis membabi buta khas bangsa kita. Lempar batu, bakar ban dan saling serang adalah wajah demokrasi jalanan negeri kita. Ada juga yang berusaha menarik belas kasihan dengan model demo mogok makan. Intinya tiada hari tanpa demo. Meski sebenarnya kita semua sadar bahwa tak bakalan mungkin harga BBM turun sedahsyat apapun demo yang kita lakukan. Kredibilitas SBY dan crewnya akan semakin turun jika membuat keputusan plin-plan layaknya Gus Dur dulu.
Saya malah sempat tersenyum geli mendengar ide gila karib saya, Lepek si jangkrik ngerik, dalam memandang demo yang kembali marak itu. Katanya, kalo bangsa kita ini kompak sebenarnya bisa mambuat shock teraphy yang hebat. Tidak hanya kepada pemerintah semata tetapi kepada dunia. Daripada demo mogok makan yang pada akhirnya akan merusak tubuh kita sendiri dan hasilnyapun masih bisa dipertanyakan, lebih baik demo yang real-real saja. Umpamanya, kalo BBM naik kita satu bangsa seindonesia raya ini kompak menolak mengkonsumsi BBM tanpa kecuali. Kalo yang naik harga beras, kita satu bangsa ini juga kompak menolak mengkonsumsi beras diganti umbi-umbian dan sejenisnya yang lebih murah. Niscaya bila ide aneh ini bisa terjadi maka akan porakporandalah harga-harga di pasaran. Tetapi itu tak mungkin terjadi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kekompakan dan kebersamaan sebagai sebuah bangsa sudah lama menghilang di negera kita tercinta ini.
Terlepas dari itu semua, saya hanya mau berkata bahwa setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya. Kesulitan biasanya malah menjadi pemantik ide-ide brilian dan penemuan-penemuan baru. Kalo manusia tidak mengalami kendala atau masalah niscaya tidak akan ada perkembangan teknologi yang pesat seperti sekarang ini. So...siapa tahu di masa-masa sulit ini salah satu dari kita malah ada yang menemukan teknologi yang bisa mengguncang dunia. Umpamanya saja menyulap air yang melimpah ruah menjadi energi bahan bakar kendaraan...hehe ?!
Salam.
2 komentar:
Untuk itu kita butuh pemimpin yang bisa mempersatukan semua elemen agar bisa kompak.
Ho'o mas, mangan telo kabeh trus ngentut bareng2..hahaha...mesti do klenger dewe....
Posting Komentar