Minggu, 08 Juni 2008

PLUNG...PLUNG...

Hari ini, memenuhi ajakan seorang kawan, aku mengenang kembali memori bersepeda beberapa tahun silam. Pagi hari sekali, walaupun semalaman begadang, kupaksakan juga mengayuh sepeda butut ini ke arah selatan menuju pantai Bugel. Yah, jarang sekali aku bisa menikmati suasana pagi seperti ini kalo tidak memaksakan diri. Ternyata, bangun pagi kemudian menggerakkan badan sekedar berolahraga memang mengasyikan. Badan menjadi sehat dan pikiran fresh kembali.

Aku jadi teringat, betapa dulu sepeda ini banyak sekali jasanya dalam kehidupanku. Beberapa waktu ia memang teronggok berdebu di gudang belakang. Sampai beberapa hari kemarin aku mulai membersihkan dan merangkainya kembali menjadi sepeda seutuhnya seperti masa lalu. Sepeda jengki warna hijau lumut bermerk Phoenix yang telah diselimuti karat.

Pikiranku melayang ke masa lalu. Bapak dan emak dulu membelikan sepeda ini setelah aku lulus SD kemudian melanjutkan sekolah di SMP yang agak jauh dari tempatku. Satu kenangan yang tidak pernah aku lupakan sepanjang hidup : baru sekitar sebulan aku bersekolah naik sepeda ini, di pojokan alun-alun Wates dekat lapangan tenis, sebuah sepeda motor menghajarku hingga terkapar tak sadarkan diri. Untunglah tuhan masih ingin memperpanjang masa hidupku. Aku cuma bocor di beberapa bagian kepala dan harus mondok di rumah sakit beberapa hari. Cukup lama kepalaku sering pusing gara-gara kecelakaan itu. Tapi alhamdulillah lambat laun menghilang juga.

Sebenarnya tidak itu saja, aku hampir menjemput maut dengan sepeda ini. Pernah juga waktu SMA aku hampir dihajar kijang dalam tabrakan karambol di daerah Kedunggong. Untung saja aku masih bisa berjibaku di sawah berlumpur disisi jalan. Ajaib, sepeda inipun juga selamat, cuma beberapa centi dari badan kijang yang terguling.

Dengan sepeda ini aku juga menjadi saksi kecelakaan maut yang menewaskan beberapa murid SMP 5 Wates yang disambar sebuah truk di jalan raya Tambak. Truk, kalo ngga salah gandengan, pecah bannya dan oleng ke sebelah kanan menghajar rombongan murid smp yang akan berangkat sekolah. Aku waktu itu berada tepat di sisi kiri jalan. Seandainya truk ini oleng ke kiri, tentu ceritanya akan lain....

Ah, itu hanya sisi lain tentang kisah sedihku dengan sepeda ini. Banyak juga sisi senang dan romantikanya. Betapa dulu aku bersama kawan-kawan sering bersepeda ria bersama-sama, bahkan hingga sampai Parangtritis dan Kota Jogja. Betapa dulu dengan sepeda ini aku berkejaran dengan jarum jam untuk berangkat kerja ke Jogja. Kemudian dititipkan di Karangnongko terus naik bus ke Jogja di hari yang masih basah. Betapa sepeda ini selalu mengantarku ke beberapa tempat tujuan dengan hati riang dan gembira ....

Kini, semua itu hanyalah kenangan. Di saat keadaan ekonomiku mulai stabil, aku benar-benar kehilangan memori itu. Mengenangnya kembali, aku menjadi trenyuh. Kepahitan dan kegetiran masa lalu ternyata bisa menjadi kenangan manis di masa-masa sesudahnya...

Dayakan,08 Juni 2008

3 komentar:

WHY MAM mengatakan...

kawan itu aku..heheheee...
trisik siap???

Indri mengatakan...

naik sepeda, naik motor, jalan-jalan...pokoke enaknya di jogja! Jalanan mudah dihafal, mudah dilalui dan sedikit polusi! Hidup jogja!! heheheeh

Anonim mengatakan...

salah satu photo di blog ini mengingatkan Q pada seorang guru SD ku.
PAk sarbini..ya, dia adalah seorang guru kelas 5 saat aku masih bergelimang dengan keceriaan masa-masa anak2
apakah jenengan putra pak Sarbini
Mas, punya komunitas to?mbok aku melu mas..