Jumat, 17 Oktober 2008

KISAH TAK MESTI SEMPURNA

Suatu malam sehabis pulang kerja, saya iseng-iseng menghidupkan pesawat televisi. Mata saya kemudian terpaku di channel televisi yang menayangkan debat menarik antara mantan mantan aktivis jalanan yang dulu menentang rezim Soeharto. Setelah sekian waktu berjalan dan rezim otoriter Orde Baru tumbang, para akativis itu pun kemudian mencari rumah mereka sendiri-sendiri. Ada yang menjadi birokrat, jurnalis, pengusaha atau juga masuk partai politik. Tetapi banyak juga yang masih setia di jalanan menyuarakan aspirasi rakyat dari pinggiran. Nah, diskusi malam itu adalah antara aktivis-aktivis yang masih setia di jalanan seperti Yenni Rossa Damayanti, Henri Siregar dari PBHI dan Sangab salah seorang pendiri Forkot versus aktivis-aktivis yang sekarang hijrah ke parpol semacam Budiman Sudjatmiko di PDIP, Dita Indah Sari di PBR dan Pius Lustrilanang di Gerindra.

Akankah hijrah mereka ke partai politik dapat menyegarkan kambali gedung parlemen yang mulai menjauh dari suara rakyat ? Ataukah mereka akan terseret arus menjadi budak uang dan kekuasaan seperti yang kita lihat sekarang ini di Senayan ? Bagaimana integritas dan konsistensi moral mereka dapat terjaga manakala Pius yang dulu menjadi korban penculikan sekarang malah bergabung dengan mantan-mantan penculiknya di Gerindra. Dita Indah Sari yang getol di jalur kiri lewat aksi-aksi buruh, PRD maupun Papernas sekarang tergabung di PBR yang notabene partai berhaluan Islam yang jelas-jelas sangat bertolak belakang. Pun juga Budiman Sudjatmiko, mantan ketua PRD, yang dulu sangat bersuara keras menentang kediktatoran masuk ke partai yang masih feodal dan sangat bergantung pada figur tertentu serta mengandalkan dinasti politik Soekarno semacam PDIP. Itulah mengapa diskusi itu benar-benar menarik ?!

Menurut saya pribadi, keputusan mereka-mereka yang bergabung dengan parpol itu tidak dapat disalahkan. Tidak mungkin mereka selamanya berjuang di jalanan, bergelut di bawah terik matahari sambil dorong-dorongan dengan aparat keamanan manakala usia mereka mulai merambat tua. Tentu ada jalur-jalur lain bagi perjuangan mereka yang lebih elegan. Salah satunya ya masuk ke parlemen itu. Ibarat orang berpacaran, di masa muda bebas kesana-kemari mencari tambatan hati yang pas tetapi pada akhirnya hanya ada satu yang menjadi rumah terakhir diantara begitu banyak pilihan. Tentu saja walau sudah mantap di rumah yang baru, masa lalu tetaplah membekas dan menjadi bagian yang tak tergantikan pada jiwa kita. Pun juga dengan aktivis-aktivis itu, idealisme yang sudah terasah lama di jalanan semoga saja tidak luntur. Toh, seumpama mereka nanti benar-benar bisa masuk senayan, itu adalah hasil perjuangan mereka menegakkan demokrasi di negeri ini sejak masih muda dulu.

Terakhir saya hanya ingin mengatakan, kisah hidup tak mesti sempurna. Mereka yang dulu sangat kita cintai tetapi di kemudian hari ternyata memilih jalan hidup lain yang mungkin berseberangan dengan nurani kita, seperti para akativis itu, haruslah tetap kita beri penghormatan yang layak atas pilihan-pilihannya. Semoga hati dan cinta mereka masih tetap sama seperti dulu, seperti halnya kita yang selalu rindu dengan pencerahan-pencerahan baru. Viva kaum marginal !!

Virgo,18-10-08

Tidak ada komentar: