Senin, 20 Oktober 2008

SEGOSEGAWE : DIANTARA PRO KONTRA

Inilah gebarakan terbaru walikota Jogjakarta Herry Zudianto, segosegawe, kependekan dari istilah bahasa Jawa sepeda kanggo sekolah lan nyambut gawe. Dalam bahasa Indonesia berarti sepeda untuk sekolah dan bekerja. Program ini telah dilaunching Senin pagi pekan kemarin (13/10/08) di Alun-Alun Utara Kota Jogjakarta oleh Gubernur DIY Sri Sultan HB X dengan diikuti oleh ribuan pesepeda hingga menyemut bagai lautan sepeda. Segosegawe menurut penggagasnya adalah wujud nyata dari kepedulian bersama untuk mengurangi pemanasan global, polusi dan pemakaian energi serta mewujudkan badan sehat secara mudah dan murah. Selain itu untuk mengembalikan romantisme masa lalu, Jogjakarta sebagai kota sepeda.

Setiap gebrakan baru pasti selalu menimbulkan pro dan kontra. Begitu pula yang terjadi dengan segosegawe kemudian. Pro kontra pertama adalah mengenai belum tersedianya jalur-jalur khusus untuk pengguna sepeda sehingga dikhawatirkan malah menambah macet lalu lintas dan rawan kecelakaan. Mengenai hal ini Pak Wali menjelaskan bahwa di kemudian hari akan dibangun jalur-jalur seperti itu tetapi menunggu keberhasilan dan sambutan masyarakat terhadap program ini ke depan. Lagi pula akan ada santunan bagi pengguna sepeda apabila terjadi kecelakaan seperti terjatuh, terserempet atau juga tertabrak di jalan.

Pro kontra kedua adalah mengenai adanya peraturan walikota (perwal) yang melarang peserta didik terutama siswa SMP menggunakan sepeda motor dan siswa SMA menggunakan mobil. Menurut sebagian kalangan, hal ini memperlihatkan disoreintasi gerakan tersebut. Seharusnya segosegawe diarahkan pada kesadaran warga bukan pemaksaan. Mengenai hal ini Pak Wali berdalih, hal itu untuk memfilter orang tua yang ingin memanjakan anaknya secara berlebihan dan tidak membentuk karakter jatidiri anak.

“Anak SMA dibelikan mobil pribadi, termasuk untuk sekolah. Itu akan membius anak seolah-olah keberhasilan orangtuanya identik dengan kesuksesan dirinya, sehingga dia tidak terpacu dengan meraih prestasi dari dirinya sendiri. Anak SMP diberi motor pribadi, jelas tidak mungkin tak melanggar hukum, karena pasti belum bisa memproses SIM,” katanya.

Herry menandaskan keinginan untuk memanjakan anak bukannya dilarang sama sekali, namun dengan catatan jangan dianggap sebagai motor pribadi sepenuhnya.

“Ke sekolah sejauh kurang dari 3 kilometer wajib bersepeda itu merupakan bagian dari upaya melatih dan membiasakan diri kepada anak untuk melaksanakan arti kesederhanaan,” tegas Pak Wali.

Pro kontra selanjutnya adalah mengenai anggaran yang konon belum mendapat persetujuan DPRD. Mengenai hali ini, Herry Zudianto mengemukakan bahwa anggaran launching segosegawe berasal dari sponsorship. Ke depannya hal itu akan dirundingkan dengan anggota dewan.

Terlepas dari pro kontra tersebut, saya secara pribadi sangat mendukung program tersebut. Hanya saja pelaksanaannya harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan konflik-konflik kecil di kemudian hari. Segosegawe juga harus mengedepankan penyadaran warga akan pentingnya kesehatan tubuh dan lingkungan yang bersih dan segar daripada pemaksaan lewat aturan-aturan tertentu.

Terakhir saya hanya ingin mengatakan bahwa saya sangat rindu sekali suasana kota Jogjakarata yang dulu. Jogjakarta yang bersih dan segar. Jogjakarta yang tidak bising dan macet. Serta Jogjakarta dengan pemandangan khasnya, orang-orang bersepeda ria menuju tempat aktivitas sehari-hari.

Salam sepeda, segosegawe !!


Virgo, 20-10-08

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Leres mbah..Ojo ngasi daerah hilang cirikhasnya..kmrn aku mpe bingung wktu ajak masku yg nota bene jkt asli 100%..jalan2 refreshing ke Jogja..duh..apa lagi yang khas yah..kalo semua hampir serupa dengan jkt..yho lagian idep2 prihatin..jamanku smp biyen, ngontel 7 kilo..dan pulang pergi 14 kilo..kok yho tetep ra iso dhuwur yho..kakakkak..

Anonim mengatakan...

walah, mau ikut berpartisipasi tp kok malah bon pitku wis nggembes, lama ga dipakai je.. hehe