Kamis, 13 Desember 2007

SARKEM




Pasar Kembang atau orang sering menyebutnya Sarkem, terletak di Kampung Sosrowijayan. Orang Jogja pasti mengenal kawasan ini. Sebuah kawasan malam yang sangat melegenda, mungkin hingga mancanegara. Letaknya pun sangat strategis yakni di jantung kota Jogjakarta tepatnya di ujung utara Jalan kondang Malioboro bersebelahan dengan Stasiun Tugu. Bila Surabaya punya Gang Dolly, Semarang punya Kawasan Sunan Kuning, Bandung punya Saritem, maka Jogjakarta punya Sarkem yang setara dengan kawasan-kawasan malam itu. (Bila saya sangat hafal tempat-tempat itu bukan berarti saya sering kesana lho, tapi mungkin karena pengetahuan saya terlalu luas...whakaka???)

Bagi lelaki-lelaki hidung belang pemuja malam tentulah Sarkem menjanjikan kenikmatan tersendiri. Disana mereka dapat menjaring kupu-kupu malam mulai dari kelas ciblek (cilik-cilik betah melek) hingga kelas wanita paruh baya, dari kelas gopek hingga yang ratusan ribu. Disana mereka juga dapat bermain di bilik-bilik sempit ataupun menyewa losmen atau hotel kelas melati yang bertebaran di sekitarnya. Bagi wisatawan mancanegara, kawasan ini mungkin merupakan tempat favorit selama berwisata ke Jogja. Citarasa eksotis wanita Asia dapat mereka kecap disini. Jadilah lokasi ini juga punya andil yang cukup banyak bagi dunia pariwisata. Maka tak mengherankan, semenjak dulu hingga sekarang Sarkem selalu bertahan sebagai kawasan malam yang melegenda, tak banyak yang mengusiknya bahkan pemerintah daerah sekalipun.

Nama Sarkem kembali menjadi wacana menarik belakangan ini ketika banyak orang mengusulkan agar dijadikan kawasan wisata andalan bagi Prpvinsi DIY. Termasuk kemungkinan sebagai wisata seks. Salah satu tokoh pariwisata dan perhotelan Jogjakarta dalam sebuah koran terbitan lokal mengemukakan bahwa banyak sekali tamu hotel yang minta diantar ke Sarkem setiap berkunjung ke Jogja sehingga kawasan ini cocok sekali digunakan sebagai sentra wista seks. Ia kemudian mencontohkan bahwa Malaysia dan Singapura pun telah memilikinya. Karena itu, selain akan menambah pendapatan daerah juga bisa memantau penyebaran HIV/AIDS sehingga terkendali sebab para PSK-nya terpusat di satu tempat saja.

Tentu saja wacana ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Jogjakarta. Bahkan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X sampai turut angkat bicara. Secara tegas orang nomor satu di keraton Jogjakarta itu menolak wacana tersebut. Sultan menginginkan Jogjakarta maju dan terkenal karena budaya dan keramahannya, bukan karena sisi gelapnya. Janganlah menghalalkan segala cara untuk mencapai sesuatu yang kemungkinan besar akan menimbulkan gesekan-gesekan di masyarakat.

Sebenarnya sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia pariwisata ujung-ujungnya akan berkaitan dengan dunia malam atau sejenisnya. Setiap lokasi wisata yang terkenal dan maju umumnya juga memiliki wisata seks yang maju pula. Misalnya saja negara tetangga kita Thailand yang sangat maju dalam pariwisata. Disana wisata seks diolah dan digarap sedemikian rupa sehingga menarik minat turis asing untuk berdatangan. Seks menjadi hal yang umum di negara itu. Tetapi ekses negatifnya adalah penyebaran dan penularan HIV/AIDS juga berkembang pesat juga disana.

Sebagai orang yang pernah sedikit mengenyam ilmu dan berkecimpung di dunia pariwisata, saya tahu betul dilema-dilema dalam memajukan pariwisata di negara kita. Salah satunya adalah seperti hal diatas. Yang mungkin tidak pernah dipikirkan banyak orang adalah mengapa kita tidak mencari terobosan atau inovasi baru yang lebih fresh dan khas daripada melulu mengutak-atik seks sebagai sebuah komoditi wisata. Misalnya saja menggagas wisata buku atau wisata cyber yang banyak menggeliat di kota ini. Bukankah lebih baik kita menciptakan trend daripada mengekor trend? Siapa tahu hasilnya malah lebih menjanjikan…

Lepas dari itu semua, biarlah orang-orang pintar dan berkompeten yang berwacana di publik dan memikirkannya. Sebagai orang biasa, kita hanya bisa melihat dan mungkin sedikit mengkritisinya seperti ini saja. Biarlah Sarkem tetap dengan dunianya, melepaskan syair-syair malam diantara masyarakat Jogja yang sedang berubah. Yang penting sekarang ini seperti alunan lagu Kla Project...NIKMATI BERSAMA SUASANA JOGJA dengan segala warna-warninya.

Jogjakarta, 13 Desember 2007

4 komentar:

Mira Maulia mengatakan...

Lho, aku baru tau Sarkem tempat gituan... Pasar kembang, tapi jarang liat jualan kembang...

By the way, as people in general, apa kita ga boleh ikut andil dlm memajukan wisata? Kalo cuma melihat & mengkritisi rasana pasti gemes sekali kan ya...
But, I do agree that being a trendsetter could be better than just follow the others. Tapi sekali lagi, yg namanya trend baru, kadang ga bisa diterima begitu aja sm masyarakat. Semakin fresh idenya, mungkin semakin banyak kontroversinya. But if we dare to take the risks, why not?
;)

Anyway, blognya bagus deh, Mbah...
I heart it banget deh.
Salam kenal ya... :)
Maaf, tiba2 ngoceh disini... Hehehe...



Best regards from me...

Anonim mengatakan...

asyik juga dijadikan wisata seks. bisa nambah income daerah...hehe

ech0L mengatakan...

waaaaaaaawww..

di cirebon ada gak yaaa? ? ?

bikin donk. . . .hwakakakakakak

BUJANGAN mengatakan...

Kayak nya di segala tempat ada yang kaya gitu deh ,
di tempat ku juga ada,
tepatnya di Ciregol kutamendala tonjong brebes.
Disitu pusat warung remang remang eemang tempat nya kecil dan jauh dari pemukiman desa.