Senin, 17 Maret 2008

MENGAPA SAYA BELUM JUGA MENIKAH

Wekeke....Tulisan ini anggap saja sebagai pernyataan, pembelaan, pledoi atau semacamnya yang saya tujukan bagi mereka yang selalu membuat risi kuping saya. Pertanyaan tentang kapan saya menikah, mengapa hingga sekarang belum juga menikah, apakah sudah punya calon dan pertanyaan-pertanyaan lain yang sejenis kadang membuat saya gerah juga. Apalagi musim kawinan gini, saya harus benar-benar menyiapkan mental bila mau njagong atau nyinom manten. Ledekan, sindiran, gurauan pasti akan bertubi-tubi menerpa saya. Maklumlah, walaupun belum tua-tua amat, kawan-kawan seangkatan saya sudah banyak yang married dan mempunyai anak. Saya seperti berjalan seorang diri di dunia ramai ini. Untung saja saya dilahirkan sebagai seorang laki-laki. Coba kalo saya seorang perempuan. Perjuangan saya akan semakin berat. Memasuki usia kepala tiga dan belum juga ada tanda-tanda untuk mengakhiri masa lajang, tentulah akan menjadi topik gunjingan tetangga kanan kiri. Maklumlah, budaya kita masih memandang miring perempuan yang kasep rabi. Entah itu karena mengejar karier ataupun alasan lainnya.

Bukannya takut nikah bila sampe sekarang saya belum bisa menjalankan sunnah nabi yang satu ini. Alasan utama dan satu-satunya adalah hingga detik ini saya belum menemukan seseorang yang secara chemistery benar-benar saya cintai. Dalam artian saya suka dia dan dia juga suka sama saya. Memang, ada beberapa perempuan yang menarik perhatian saya. Tapi sayangnya mereka tidak membalas sinyal-sinyal cinta saya. Jadilah cinta saya selalu bertepuk sebelah tangan. Sebaliknya, ada pula beberapa perempuan yang diluar perhitungan saya malah mengejar-ngejar saya. Ya, begitulah. Cinta memang tidak bisa dipaksakan. Dan saya juga tidak akan memaksakannya. Saya hanya akan menikah dengan perempuan yang benar-benar saya cintai dan dia benar-benar mencintai saya apa adanya, tanpa paksaan.

Jadi buat abah, emak, saudara-saudara dan juga kawan-kawan saya semua, tenang saja. Saya masih normal. Masih punya hasrat untuk menikah. Mungkin belum saatnya saja. Atau mungkin saya memang harus berusaha lebih keras lagi...hehehe.

Sebenarnya saya tidak pernah mengidam-idamkan tipe perempuan yang muluk-muluk untuk menjadi pendamping hidup. Asal ia setia dan mau hidup susah, itu sudah cukup. Cantik dan kaya itu relatif. Saya juga sadar diri, dengan tampang dan rejeki yang pas-pasan, tidak mungkin mendapatkan seorang pendamping layaknya bidadari. Walau begitu pikiran liar saya sering berangan-angan bakal mempunyai seorang isteri yang cantik, seksi dan berambut hitam panjang. Yah, kaya Luna Maya gitu. Sebuah angan yang terang dan pasti cuma sebatas mimpi...hehehe.

Ini cuma intermezo dan main-main belaka daripada tidak ada tulisan yang nongol. So...jangan dianggap serius : D. Hiburan yang paling segar dan murah adalah menertawakan diri sendiri. Bukankah itu adalah ukuran salah satu kebahagiaan. Demikian pernah saya dengar seorang psikolog ngomong. Yang pasti, cinta tulus saya selalu menyertai anda-anda semua yang masih mau meluangkan waktu barang sebentar untuk menengok blog ala kadarnya ini. Terima kasih....

Salam.

Surya.net, 17 Maret 2008








4 komentar:

genx mengatakan...

benuuuuuuuulllll eh betuuuuuuuulllllllll

Rie Rie mengatakan...

halah iki ngrasani aku sitik...
hik hik hiks...

Kristina Dian Safitry mengatakan...

menikah emang sebagian dari ibadah. but, kita juga harus yakin dengan janjiNYA. kita dihadirkan kedunia berpasang2an. kalo lom ada yg nyantol, so easy..jangan paksakan diri karena suara sumbang diluaran. buat hati kita tuh fine2 aja.oke?

Anonim mengatakan...

Aduhai, kok sentimentil?
Atau melankoli?
hmmmm....
ehem
ehem
ehem hem hem