Suatu kali, saya berbincang-bincang dengan kawan saya tentang salah satu ukuran kebahagiaan. Kawan saya ini, Gus Yuli namanya, seorang santri hebat yang pernah saya kenal. Ilmu agamanya tinggi dengan pembawaan yang supel dan ramah. Wajahnya selalu dihiasai senyum sepanjang hari. Sungguh suatu hal yang menyenangkan bisa ngobrol panjang lebar dengan beliaunya ini.
Dia mengatakan, orang baru dikatakan sukses dan bahagia apabila dalam kesibukannya sehari-hari masih bisa meluangkan waktunya sekedar untuk bersenang-senang atau memanjakan diri semacam berlibur atau piknik. Dengan piknik niscaya pikiran kita akan lepas dari beban berat apapun yang mendera. Disitulah letak sebuah kebahagiaan yang sebenarnya. Maka, berbahagialah orang yang masih bisa piknik walau cuma sekedar jalan-jalan, nonton, makan bareng-bareng ataupun yang lagi ngetrend di tempat kerja saya : mancing.
Saya jadi berpikir, apa saya termasuk orang yang tidak bahagia? Kebiasaan-kebiasan piknik semacam itu jarang saya lakukan. Banyak kawan-kawan saya yang mengajak tapi sering saya tolak walau kadang-kadang ikut juga. Sekedar menjaga perasaan teman dan membina hubungan baik saja. Saya memang tipe orang yang males untuk acara-acara begituan. Mending buat tidur atau yang lain.
Nah...kalo tidur itu baru hobi saya. Tanpa dikomandopun saya sudah terlelap dengan sendirinya. Kadang, sewaktu naik kendaraan bermotor mata ini maunya terpejam juga. Berkali-kali saya menabrak trotoar gara-gara terserang kantuk. Dan yang lebih parah lagi, sewaktu saya masih sering nglaju naik bis, berkali-kali pula saya keblandang berkilo-kilo gara-gara ketiduran. Mungkin ini ada hubungannya dengan mata saya yang sipit kaya orang ngantuk ini. Entahlah. Yang jelas saya memang gampang sekali tertidur. Dan ini obsesi saya : menaklukan malam dengan begadang semalaman. Obsesi yang selalu gagal walau sudah ditemani berbatang-batang rokok dan bergelas-gelas kopi.
Lama-lama saya pikir, tidur adalah piknik saya. Dengan tidur pikiran saya bebas dan merdeka. Berkelana di alam mimpi tanpa ada sekat-sekat atau batas –batas apapun. Disana saya bisa bertemu dan berjabat tangan dengan Luna Maya yang saya kagumi. Bersenda gurau dengan Ahmadinedjad ataupun khadafi yang hebat. Bermain bola dengan Pirlo, Nesta ataupun Kaka dalam sebuah tim bernama AC Milan yang sangat saya banggakan. Berguru dan berbincang hebat dengan Sang Budha tentang hakekat kehidupan. Berjalan dan makan bersama lagi dengan Lai, gadis manis berambut panjang dan berbibir sensual, yang pernah mengisi hari-hari saya.....Ah, begitu banyak sesuatu di alam mimpi yang tak mungkin saya dapatkan di alam nyata. Seandainya kehidupan fana ini seperti di alam impian, alangkah indahnya !!
Namun, saya tak mau terjebak dalam utopia berkepanjangan. Hidup harus berbesar hati dan mau menerima kenyataaan. Perjuangan tak pernah mengenal kata mati dan berhenti. Karena itulah sore ini saya mau membuktikannya. Ajakan Land dan Kent ke Sindoro saya sanggupi. Lihatlah kawan...Anjing rumahan telah keluar dari belenggu rantai majikan. Guk...guk...guk..kaing...kaing...plung !!!
Virgo, menjelang ke Sindoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar