Rabu, 20 Agustus 2008

KETIKA ROKOK (AKAN) MENJADI HARAM....



Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok

..... ..................................................................

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh,
duduk sejumlah ulama terhormat merujuk
kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
terselip berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya,
putih warnanya,
ke mana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

...........................................................


Bait-bait diatas saya cukil dari puisinya Taufik Ismail berjudul Tuhan Sembilan Senti. Kalo mau menyimak lebih lengkap puisi panjang ini, silahkan baca disini...hehe. Anda semua mungkin sudah bisa menebak mengapa saya pajang puisi tersebut diatas. Yah, tentu saja tak jauh dari rencana MUI mengeluarkan fatwa haram tentang rokok. Mengingat barang tersebut mempunyai cerita dan sejarah panjang dalam hidup saya, maka mau tak mau saya terusik juga untuk sekedar menuliskan beberapa hal mengenai rokok dan segala problematika yang melingkupinya.

Semua perokok dalam hati kecil pasti berkeinginan untuk berhenti merokok dan mengharapkan orang-orang yang dicintainya tidak merokok. Semua perokok juga tahu bahwa menghisap sebatang rokok lebih banyak mudharatnya daripada manfaat yang diperoleh. Saya bisa memastikan hampir seratus persen berpikir seperti itu. Lalu mengapa mereka sulit berhenti merokok ? Tak mudah untuk menjawabnya. Tradisi merokok memang sudah terlalu mengakar dan membudaya. Di setiap petak kehidupan di negeri ini hampir tidak bisa dilepaskan dari rokok. Semua kalangan menjadi penggemar dan pecandu rokok. Bila rokok sudah menjadi kebutuhan yang utama, maka segala hal akan berjalan kacau tanpa rokok. Lihatlah fakta-fakta berikut !? Lik Minto akan pusing-pusing dan tidak bisa bekerja dengan giat apabila tidak ditemani sebungkus rokok setiap harinya. Tor, adik saya, tidak bisa begadang tiap malam membuat program-program komputer tanpa sebatang rokok di sela-sela jemarinya. Mas Beno, seorang seniman, merasa bumpet pikirannya dan tidak bisa menghasilkan karya-karya yang bagus tanpa kepulan asap dari mulutnya. Begitu juga ini, pengakuan dari seorang Butet Kertaredjasa bahwa kalau ia tidak enak merokok itu menandakan bahwa dirinya malah sedang sakit. Waduuh...Bukankah kalo begitu rokok telah menjadi semacam dewa bagi setiap pecandunya ??

Saya juga pecandu rokok. Sejak kecil saya sudah akrab dengan barang ini. Dulu, sewaktu masih SD sampai SMP harus mencuri-curi waktu kalo mau merokok. Maklumlah, emak saya paling benci melihat orang merokok. Ada bau asap rokok sedikit saja di dalam rumah beliau sudah mual-mual. Bapak saya konon juga perokok. Setelah kawin dengan emak, beliau berhenti total dari rokok. Menyentuh sedikitpun tidak mau. Bapak saya adalah contoh langka perwujudan sebuah cinta dan kesetiaan hingga detik ini. Saking cintanya hampir setiap kata-kata emak selalu diperhatikan. Berbeda jauh dengan anak-anaknya. Mungkin karena pergaulan dan kondisi yang mengharuskannya begitu, ketiga anak-anaknya sekarang menjadi perokok-perokok kelas wahid...hehehe. Sudah menjadi hal yang umum kalo sekarang di dalam rumah selalu berserakan puntung dan abu rokok. Mungkin dalam hati emak saya akan menangis. Beliau telah gagal mendidik anak-anaknya menjadi orang yang berperilaku dan berpenampilan sehat, terhindar dari rokok. Tapi begitulah, setiap orang pasti ingin berhenti merokok. Tapi sulitnya memang minta ampun. Mak...doakan kami agar dapat segera lepas dari rokok !?

Saya sebenarnya sudah sempat berhenti merokok, malah hampir tiga tahun tidak merokok. Seperti sudah saya katakan di awal, perjalanan hidup saya dengan nicotine amatlah panjang. Kalo dipikir-pikir hampir separuh dari penghasilan saya tersedot olehnya. Sampai suatu saat, saya ketakutan setengah mati. Setelah bertahun-tahun batuk tak kunjung sembuh, badan yang sudah kurus semakin kurus, pada akhirnya saya batuk darah hingga didiagnosa terkena TBC. Saya agak malu juga sebenarnya dengan penyakit ngga elit ini. Takut menular dan dijauhi orang lain. Walau rokok sebenarnya bukan penyebabnya tetapi dengan merokok salah satunya maka penyakit ini akan gampang singgah ke tubuh kita. Gaya hidup saya yang serampangan mungkin yang menjadi pemicunya. Setelah melalui pengobatan intensif selama enam bulan dan berhenti total dari rokok akhirnya saya sembuh juga. Dari sini saya jadi tahu, ternyata banyak juga dari kita yang terkena penyakit orang kumuh ini. Mungkin karena malu dan tidak tahu saja sehingga banyak yang tidak terdeteksi. Setiap kali saya kontrol ke Panti Rapih, ada juga nona-nona cantik, ibu-ibu dan bapak-bapak yang hidupnya wah dijangkiti virus ini. Memang penyakit tidak pandang bulu bukan....hehe??

Maka demikianlah, setelah itu saya berhenti total menghisap rokok. Ritual-ritual merokok setelah habis makan atau waktu kumpul-kumpul dengan orang banyak sudah tidak saya lakukan lagi. Niat dan tekad saya sudah benar-benar bulat saat itu. Waktu terus berjalan, akhirnya pertahanan saya jebol juga. Setelah hampir tiga tahun tidak mengendus rokok barang sebatangpun, kini saya mulai akrab kembali dengan barang ini. Romansa dan kenangan indah masa lalu dengan si tuhan sembilan senti ini seakan menghapus kenangan buruk saya bersama tubercolusis. Walau tidak separah dulu, tapi kembalinya saya ke pelukan rokok sebenarnya adalah sebuah langkah mundur. Yang patut digarisbawahi dari pengalaman saya ini adalah tanpa niat dan tekad yang kuat akan sulit bagi seorang perokok untuk meninggalkan ketergantungannya kepada rokok. Apalagi bila lingkungannya juga perokok. Makin sulit lagi. Seseorang akan benar-benar berhenti merokok jika penyakit mulai menggerayangi tubuh. Begitulah mungkin kesimpulan saya.

Persoalan rokok adalah persoalan yang kompleks di negara kita. Terkait dengan banyak hal. Tidak hanya berkutat pada masalah kesehatan saja tetapi juga menyangkut hajat hidup orang banyak. Memang merokok merugikan kesehatan dan mengancam generasi muda kita tetapi bagaimana nanti nasib buruh-buruh rokok yang bertebaran di negeri ini apabila pabrik-pabrik rokok ditutup. Bagaimana juga nanti nasib petani-petani tembakau dan cengkeh yang kehidupannya bergantung dari sini. Beberapa tahun yang lalu, kehidupan ekonomi kota Kediri lumpuh gara-gara PT Gudang Garam berhenti beroperasi beberapa hari. Ternyata mata rantai produksi rokok itu amat panjang dan melibatkan banyak orang. Mulai dari buruh luar, buruh produksi hingga ke para distributor. Semuanya melibatkan banyak kepala yang menggantungkan kelangsungan hidupnya dari situ. Lha ...bagaimana nanti kalo pabrik-pabrik rokok itu tutup ??

Di sisi lain negara juga mendapatkan pendapatan yang cukup banyak dari cukai rokok. Di saat keuangan negara sedang kacau seperti ini, industri rokok telah menyokong pendapatan negara yang tidak sedikit. Selain itu, event-event besar olahraga seperti sepakbola juga masih bergantung dari sponsor pabrik rokok. Ini juga harus menjadi perhatian bukan ?

Oleh sebab itu, MUI harus berhati-hati bila ingin memfatwakan bahwa rokok itu haram. Jangan sampe seperti yang sudah-sudah, begitu banyak fatwa yang membingungkan dan meresahkan umat. Jangan sampe juga nanti ulama melanggar fatwanya sendiri. Pada kenyataannya banyak kiai dan santri yang menjadi perokok berat ( seperti disindir puisi diatas). Dan saya yakin akan sulit untuk berhenti. Seperti pernah diungkapkan Gus Mus, kiai yang juga perokok, merokok adalah kesalahan kita sejak awal. Membenahinya diperlukan sikap dan pemikiran yang arif dan bijaksana.

Lalu bagaimana sebaiknya langkah yang harus diambil ? Menurut saya kita optimalkan dulu perda-perda larangan merokok di tempat umum yang sudah berlangsung saat ini. Kemudian juga penayangan iklan rokok diatas jam sembilan malam. Menaikkan cukai rokok sampe 65 persen seperti di negara lain juga merupakan langkah yang bagus. Plus kita mengintensifkan kampanye anti rokok dan penyuluhan-penyuluhan tentang bahaya merokok. Sembari itu berlangsung, pemerintah harus secepat mungkin mencetak lapangan kerja baru sebagai pengganti pabrik-pabrik rokok apabila nantinya benar-benar ditutup.

Hal diatas mungkin akan sulit terwujud. Di saat lapangan kerja semakin menyempit dan pengangguran membludak seperti sekarang ini pendapat saya tersebut cuma sebatas wacana pikir semata. Tetapi adakah pemecahan yang lebih baik dari itu ? Silahkan Anda berpikir sendiri....? Saya akan melanjutkan ngrokok yang belum habis ini...hehe.

Ngarep monitor, dikancani tegesan karo sacangkir kopi

Foto : generasi muda yang harus dilindungi dari rokok.....hehe


5 komentar:

Anonim mengatakan...

oya, kiranya harus lebih arif membaca hal ini. tidak saja dilihat "ulama"-nya. MUI lagi (males jadinya). Taufiq Ismail maneh (tambah males). Ada sebuah kitab kuning karya seorang pengasuh ponpes Lirboyo tentang risalah Kopi dan Rokok, mungkin bisa jadi referensi mengapa para "kaum sarungan" nyandu rokok dan ngopi. Prek dengan fatwa MUI. Itu hanya arogansi dari lembaga yang malas mikir saja. Betul ucapanmu, gunakan alternatif lain selain fatwa yang akan semakin membuat MUI tidak mendidik saja. Aku tidak suka rokok apalagi asap rokok, tapi aku bisa "toleran" sama para perokok yang tahu diri, dan bukan dengan cara 'fatwa haram' untuk mencari solusi atasnya. Eit..tapi jangan sekali-kali mengeluarkan perda atau fatwa haram tentang MINUM KOPI!!!

Anonim mengatakan...

Dadi kelingan wingi di elikke satpam mergo klempas klempus udud nang pramex, hahahaha....
tanpa pendapatan dari cukai rokok, saya yakin Indonesia bakal kehilangan banyak sekali devisa...
dadi yo mbok ben wae do udud, nek mati yo mati dewe kok, huahahaha...egois yo...luweh....

MBAH IM mengatakan...

@ndari : Akur wae...lah..he2
@tukang nggunem : Tapi jujur...Aku tetep pengen mandeg ngrokok lho.

cahpesisiran mengatakan...

wah kalo rokok diharamkan, ga bisa lagi sering2 maen "cuci mata" ke kawasan bekas gedung SPG di giripeni itu ya Mbah..

MBAH IM mengatakan...

@Cah Pesisira : Ho'o. Lan akeh sik padha nganggur....