Sabtu, 02 Agustus 2008

PEMBELAJARAN DARI KASUS RYAN




Jombang, kota santri di Jawa Timur sontak menjadi terkenal. Ini tak lepas dari sepak terjang salah satu warganya, Verry Idham Henyansyah atau lebih terkenal dengan nama Ryan. Pemuda pendiam ini mencetak rekor sebagai jagal nomor satu di tanah air. Pembunuhan berantai yang dilakukannya sejauh ini telah menelan korban sebelas orang dan mungkin masih bisa bertambah lagi mengingat pemeriksaan oleh polisi sedang berlangsung. Alhasil, rumah tempat Ryan mengubur korban-korbannya menarik perhatian banyak orang. Setiap hari orang berjubel sekedar menengok lokasi pembantaian sang jagal berwajah lembut tersebut.

Maka demikianlah, Jombang yang terkenal sebagai kota kaum sarungan. Tempat cikal bakal lahirnya organisasi Islam terbesar di dunia, Nahdhatul Ulama. Tempat lahirnya para pemikir dan politisi hebat negeri ini seperti Gus Dur, Cak Nur, Cak Nun, Muhaimin Iskandar ataupun Syaifullah Yusuf ternyata bisa juga melahirkan tokoh antagonis seperti Ryan.

Lalu apa yang menarik dari kasus horor ini? Menurut saya ada beberapa pembelajaran penting yang dapat diambil dari sini :

Pertama, pemahaman agama yang baik serta lingkungan yang religius belum tentu membuat jiwa dan mental sesorang berjalan dengan normal. Ini bisa dilihat dari sosok Ryan yang seorang guru ngaji dan dibesarkan di lingkungan santri. Lalu apa yang membuatnya menjadi seorang psikopat seperti itu ? Ada beberapa sebab yang mungkin menjadi pemicunya. Kurangnya komunikasi dengan orang tua salah satu diantaranya. Ini dapat dilihat dari pengakuan kedua orangtuanya bahwa ia tidak tahu tentang kelakuan anaknya yang menyimpang (atau jangan-jangan malah mereka memang menyembunyikan perbuatan anaknya itu ) . Komunikasi yang kurang membuat seorang anak merasa terasingkan bila menemui suatu masalah. Hal ini memudahkan ia masuk ke pikiran atau komunitas lain yang mau menerimanya. Pelampiasan dari rasa terabaikan ini membuat ia merasa bangga melakukan sesuatu yang berbeda dengan orang lain. Pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan merupakan wujud eksistensinya di dunia. Bahwa ia memang ada dan bisa membuat kejutan yang tak mungkin dilakukan orang lain.

Kedua, orientasi seksual Ryan yang seorang gay mau tak mau membuat mata dan pikiran kita terbuka bahwa banyak orang-orang seperti itu disekitar kita. Selama ini kita seperti mengabaikan dan menutup mata terhadap mereka. Sudah selayaknya kita merangkul dan membawa mereka kembali ke jalan yang benar. Walau banyak psikolog mengatakan bahwa gay dan dan juga lesbian bukan penyakit jiwa melainkan kecenderungan orientasi seksual yang menyimpang, menurut hemat saya sebagai orang yang masih berpegang teguh dengan kaidah agama dan mengedepankan logika, hubungan sejenis bukanlah sesuatu yang tepat bagaimanapun itu bentuknya. Bagaimana nanti dengan kelangsungan hidup umat manusia bila kehidupan seperti ini terus berlangsung. Tentu kita tidak ingin menerima azab seperti umat nabi Luth yang kesohor di kitab suci itu bukan ? Janganlah kita jauhi mereka. Pendekatan dengan hati sudah selayaknya kita lakukan sedikit demi sedikit.

Ketiga, pemuatan berita secara besar-besaran dan terus menerus sepanjang hari oleh berbagai media khususnya televisi membuat saya jadi berpikir bahwa kita sebenarnya sedang dicekoki virus Ryan. Di era informasi yang semakin terbuka ini sudah sepatutnyalah kalangan media bersikap arif dalam menayangkan berita. Media harus bisa membuat kemasan berita dengan bahasa yang santun tanpa membesar-besarkan fakta. Waktu jam tayang juga harus diperhitungkan. Apa jadinya nanti bila anak-anak atau adik-adik kita yang masih kecil malah terpesona dan mengidolakan tokoh semacam Ryan ini.

Keempat, berbagai peristiwa menggemparkan seperti kasus Ryan ditambah beberapa fenomena alam yang terjadi belakangan ini membuat saya berpikir tentang hari akhir. Mungkinkah dunia telah menjelang kiamat. Menurut beberapa literature agama yang sekilas pernah saya baca, kita sekarang ini memang hidup di fase akhir zaman. Hilangnya rasa malu dan kehidupan beragama yang terus menurun diantara umat manusia akan menggiring kita ke lubang kiamat lebih cepat. Bukankah begitu ?

Demikianlah mungkin beberapa pembelajaran yang dapat diambil dari kasus ini. Manusia yang sempurna bukanlah manusia yang selalu benar dalam segala hal tetapi adalah manusia yang mau belajar pada alam dan setiap fenomena kehidupan yang terjadi kemudian bisa mengambil hikmahnya dari situ….

Radjanet, 02-08-08




2 komentar:

Kristina Dian Safitry mengatakan...

aku juga gak nyangka tuh sampe segitunya...

Anonim mengatakan...

Yup, Ryan memang fenomenal...mungkin bentar lagi bakal ada film berjudul Ryan Sang Penjagal...hahahaha...kita tunggu saja...